Indonesian
Friday 26th of April 2024
0
نفر 0

Apa yang dimaksud dengan menegakkan (iqâmah) salat?

Apakah mengerjakan salat itu sama dengan menegakkan (iqâmah) salat?
Jawaban Global

Dalam al-Quran, mengerjakan atau menunaikan salat dijelaskan dalam beragam frase seperti qadhâ, qiyâm, ityân dan iqâmah  yang dengan memperhatikan terhadap pelbagai penafsiran atas ayat-ayat, iqâmah (menegakkan) salat memiliki makna yang lebih tinggi dari sekedar mengerjakan salat. Iqâmah al-shalât (menegakkan salat) berarti menghidupkan, menjaga, memberikan nilai dan kemuliaan terhadap salat di tengah masyarakat dan di antara umat manusia.

Jawaban Detil

Sehubungan dengan salat dijelaskan beberapa frase dan ungkapan sebagai berikut:

  1. Ungkapan “qadhâ al-shalât[1] (Maka apabila kamu telah menyelesaikan salat(mu), ingatlah Allah pada waktu kamu berdiri, duduk, dan berbaring) pada ayat ini yang dimaksud dengan qadha al-shalat adalah menyudahi dan mengakhiri salat sebagai sebuah ibadah personal.
  2. Ungkapan “qiyâm[2] (Dan apabila mereka berdiri untuk salat, mereka berdiri dengan malas. ) Pada ayat ini yang dimaksud dengan qiyâm (mendirikan salat) adalah menyiapkan diri untuk mengerjakan salat sebagai ibadah personal.
  3. Ungkapan “ityân al-shalât[3] (Mereka tidak mengerjakan salat, melainkan dengan malas; dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan) Pada ayat ini yang dimaksud dengan qiyâm adalah menyiapkan diri untuk mengerjakan salat sebagai ibadah personal.
  4. Ungkapan “iqâmah al-shalât” sebagai ganti mengerjakan salat, dinyatakan dengan ungkapan mendirikan salat, ([yaitu] orang-orang yang mendirikan salat, menunaikan zakat, dan mereka yakin akan adanya negeri akhirat).[4]

 

Para ahli tafsir sehubungan dengan ungkapan iqâmah al-shalât berkata, “Ungkapan ini merupakan ungkapan tertinggi atas pengerjaan salat bagi setiap Muslim dan pengerjaan taklif-taklif personal. Iqâmah al-shalât ini menyinggung bahwa orang-orang beriman tidak hanya dirinya yang menunaikan salat, melainkan senantiasa berusaha sekuat tenaga untuk mengukuhkan hubungannya dengan Allah Swt dan hubungan ini tersambung dimana pun ia berada.[5]

Dalam tafsir al-Mizan disebutkan, “Iqâmah bermakna mendirikan dan menegakkan segala sesuatu sedemikian sehingga seluruh efek yang ditimbulkannya dapat dirasakan dan tiada satu pun efek dan khasiatnya yang tersembunyi; seperti menegakkan keadilan, menegakkan sunnah, menegakkan salat, menegakkan kesaksian, menegakkan hukum, menegakkan agama dan semisalnya.”[6]

Sebagaimana kita membaca dalam ziarah Imam Husain As, “Asyhâdu annaka qad aqamta al-shalât,” “Aku bersaksi bahwa engkau telah menegakkan salat.” Di sini menegakkan salat (iqamat al-shalat) bermakna menghidupkan dan menegakkan salat serta bukan semata-mata mengerjakan salat. Hanya saja dalam al-Quran, kapan saja salat bermakna pengerjaan dan pelaksaanan maka hal itu disebutkan dengan frase “mushallin.”[7]

Sebagaimana yang telah dijelaskan, ungkapan iqâmah al-shalât (menegakkan salat) menyinggung bahwa orang-orang beriman tidak hanya tidak mengerjakan salat, melainkan berusaha sekuat tenaga untuk menguatkan hubungannya dengan Allah Swt dan menegakkan salat dimanapun ia berada. Karena itu, menegakkan salat memiliki makna yang lebih tinggi dan lebih menjulang daripada mengerjakan salat seseorang. Iqâmah al-shalât berarti menghidupkan, menjaga, memberikan nilai dan kemuliaan terhadap salat di tengah masyarakat dan di antara umat manusia. [iQuest]

 

 


[1]. (Qs. Al-Nisa [4]:103)

"فَإِذا قَضَيْتُمُ الصَّلاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِياماً وَ قُعُوداً وَ عَلى جُنُوبِكُمْ "

 

[2]. (Qs. Al-Nisa [4]:142)

"إِنَّ الْمُنافِقينَ يُخادِعُونَ اللَّهَ وَ هُوَ خادِعُهُمْ وَ إِذا قامُوا إِلَى الصَّلاةِ قامُوا كُسالى يُراؤُنَ النَّاسَ وَ لا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلاَّ قَليلاً

[3]. (Qs. Al-Taubah [9]:54)

"وَ لا يَأْتُونَ الصَّلاةَ إِلاَّ وَ هُمْ كُسالى وَ لا يُنْفِقُونَ إِلاَّ وَ هُمْ كارِهُونَ"

[4]. (Qs. Luqman [31]:4)

"الَّذينَ يُقيمُونَ الصَّلاةَ وَ يُؤْتُونَ الزَّكاةَ وَ هُمْ بِالْآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ"

 

[5]. Tafsir Nemune, jil. 7, hal. 88.

[6]. Terjemahan Persia Tafsir al-Mizân, jil. 11, hal. 62.

[7]. “Illa mushallîn” (Kecuali orang-orang yang mengerjakan salat, Qs. Al-Maarij [70]:22); “Lam nakun min al-mushallîn.” (Kami dahulu tidak termasuk sebagai orang-orang yang mengerjakan salat, Qs. Al-Mudattsir [74]:43)

0
0% (نفر 0)
 
نظر شما در مورد این مطلب ؟
 
امتیاز شما به این مطلب ؟
اشتراک گذاری در شبکه های اجتماعی:

latest article

Apakah Bunda Imam Mahdi Ajf juga tergolong maksum?
Aku Lebih Baik dari Dia
Diantara Karomah Imam Ali bin Musa Ar-ridha as
Shalat dan Munajat di Hari Raya Idul Fitri
Apakah ada ayat al-Quran yang menjelaskan tentang kaum Israel dan Palestina?
Kejumudan dan Pencerahan Pemikiran dalam Perspektif Muthahhari
Nabi Muhammad SAW Dalam Kitab Suci Agama Hindu!
Kapankah Istri harus Minta Izin Suami?
IHSAN
15 Tahun Mengkaji, Mahasiswi Jepang Mantapkan Diri Masuk Islam

 
user comment