Indonesian
Friday 26th of April 2024
0
نفر 0

Bercerita tentang apakah ungkapan ayat shaduqâtihinna dan ujurahunna dalam al-Qur’an?

Bercerita tentang apakah ungkapan ayat shaduqâtihinna dan ujurahânna dalam al-Qur’an?

Jawaban Global

Shaduqâtihinna[1] disebutkan dalam konteks pernikahan permanen (dâim) dan mahar atau maskawin disebut sebagai “shadâq.”[2] Ayat yang menyebutkan redaksi kata ini menyinggung tentang salah satu hak-hak pasti kaum wanita dan menegaskan supaya suami menyerahkan mahar istrinya.[3] Kecuali kaum wanita tidak lagi menuntut maharnya (menghalalkan mahar atau maskawin tersebut).[4]

Demikian juga kata ini disebutkan menyinggung secara implisit tentang kejujuran dalam ikatan pernikahan.[5]

Adapun redaksi kalimat ujurahûnna[6] menyinggung tentang masalah pernikahan temporal atau yang umum disebut sebagai mut’ah. Allah Swt berfirman, “Maka istri-istri yang telah kamu nikahi secara mut‘ah di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna) sebagai suatu kewajiban.[7]

Pertanyaan ini Tidak Memiliki Jawaban Detil

 

[1]. “Berikanlah maskawin (secara sempurna) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai utang (atau pemberian) dengan penuh kerelaan. (Namun) jika mereka menyerahkan kepadamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai pemberian) yang halal lagi baik akibatnya.” (Qs. Al-Nisa [4]:4)

«وَ آتُوا النِّساءَ صَدُقاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَکُمْ عَنْ شَیْ ءٍ مِنْهُ نَفْساً فَکُلُوهُ هَنیئاً مَریئاً» 

[2]. Nasir Makarim Syirazi, Tafsir Nemune, jil. 3, hal. 262, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Teheran, Cetakan Pertama, 1374 S. Sayid Muhammad Husain Thabathabai, al-Mizân fi Tafsir al-Qur’ân, jil. 4, hal. 169, Daftar Intisyarat-e Islami, Qum, Cetakan Kelima, 1417 H.

[3].. Tafsir Nemune, jil. 3, hal. 262. Sayid Amir Abu al-Futuh Husaini Jurjani, Âyât al-Ahkâm, Riset oleh Isyraqi Sarabi, Mirza Waliyullah, jil. 2, hal. 329 & 330, Intisyarat-e Nawid, Teheran, Cetakan Pertama, 1404 H. 

[4]. Âyât al-Ahkâm, jil. 2, hal. 330; Fadhl Hasan Thabarsi, Majma’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an, jil. 3, hal. 12, Intisyarat-e Nashir Khusruw, Teheran, Cetakan Ketiga, 1372 S  

[5]. Sayid Muhammad Husain Husaini Hamadani, Anwâr Derâkhsyân, Riset oleh Muhammad Baqir Behbudi, jil. 3, hal. 342 & 343, Kitapurusyi Luthfi, Teheran, Cetakan Pertama, 1404 H. 

[6]. (Qs. Al-Nisa [4]:24)

«... فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهِ مِنْهُنَّ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَریضَةً ...»

 

[7]. Tafsir Nemune, jil. 3, hal. 335.  

Jawaban Detil

Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban detil.

0
0% (نفر 0)
 
نظر شما در مورد این مطلب ؟
 
امتیاز شما به این مطلب ؟
اشتراک گذاری در شبکه های اجتماعی:

latest article

boleh kah para malaikat di sebut syaidina,dan dalil nya bagaimana
Mengapa dalam al-Qur’an menjelaskan kisah secara detil dan kisah Nabi Musa As lebih ...
Dapatkah Anda jelaskan pelbagai tingkatan dan stasiun sair-suluk?
Sebelum datangnya Nabi Muhammad Saw ke Madinah, mengapa sering terjadi perbedaan dan ...
Musa As termasuk sebagai nabi Ulul Azmi lalu mengapa Nabi Khidhir lebih alim darinya?
Apa yang menjadi sebab-sebab meletusnya perang Shiffin dan Nahrawan?
Apakah Ja’dah memiliki anak dari Imam Hasan As?
Islam dalam ALKITAB [1]
Apakah kalimat “Setiap Hari adalah Asyura dan Setiap Bumi adalah Karbala” itu adalah ...
Apakah perbedaan antara akhlak dan ilmu akhlak?

 
user comment