Indonesian
Thursday 25th of April 2024
0
نفر 0

Napak Tilas Kehidupan Maryam as, Ibunda Isa al-Masih as (Bagian Pertama)



Rasulullah saw bersabda, “Empat wanita penghuni surga terbaik ialah; Khadijah binti Khuwailid, Fathimah binti Muhamad, Maryam binti Imron, dan Asiyah binti Muzahim, istri Fir’aun.”[1]

Orang Tua Maryam as                                                                           

Maryam as termasuk salah satu dari empat perempuan termulia yang telah disebutkan Rasulullah saw. Karena itu, kedudukan dan keagungannya sudah tidak dapat diragukan lagi. Juga, satu-satunya perempuan yang namanya dijadikan nama surat dalam al-Quran.

Maryam as ialah putri Imron bin Saman. Imron merupakan salah seorang Nabi Bani Israil, juga seorang imam besar Baitul Maqdis. Ibundanya bernama Hannah. Mereka berasal dari keturunan Bani Israil. Imron pernah bermimpi dikaruniai seorang putra yang memiliki ciri-ciri; dapat menyembuhkan penyakit-penyakit yang tidak dapat disembuhkan, menghidupkan orang yang mati, dan merupakan seorang Nabi Bani Israil.

Imron menceritakan mimpinya kepada istrinya. Hannah sangat terkejut saat mendengar cerita mimpi suaminya. Ia bernazar kepada Allah, jika mimpi tersebut terwujud, akan menjadikan putranya untuk menjadi pelayan di Baitul Muqaddas, “Tuhanku, sesungguhnya aku bernazar kepada-Mu aku akan bebaskan apa yang ada di dalam rahimku. Maka terimalah (nazarku), sesungguhnya Engkau Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.”[2]

Hannah sangat bahagia mendengar cerita mimpi suaminya karena mereka telah lama belum dikaruniai seorang anak. Akhirnya Allah Swt mewujudkan harapan mereka untuk memiliki seorang anak. Hannah pun hamil dan janin yang berada di rahimnya tumbuh kembang dengan sehat. Imron dan Hannah telah menanti kehadiran sang buah hati dengan harap dan cemas. Namun, Hannah tidak menyangka ia akan mendapatkan ujian besar di saat penantian kelahiran buah hati tercintanya. Imron, suaminya meninggal dunia sebelum melihat buah hati harapannya terlahir. Waktu demi waktu Hannah dirundung kesedihan karena menangisi kepergian suami tercintanya. Namun, Hannah akhirnya bangkit dari kesedihannya saat mengingat dan melihat janin hasil buah cinta dengan Imron, suaminya yang telah meninggal dunia. Ia mencoba tegar demi menyambut kelahiran sang buah hati tercintanya. Keberadaan sang buah hati dalam kandungannya mampu memberikan semangat dan kebahagiaan kepadanya.

Kelahiran Maryam as

Akhirnya waktu melahirkan telah tiba. Tanda-tanda kelahiran telah menunjukkan bahwa janin yang ada dalam kandungannya akan segera lahir ke dunia. Kerabat Hannah telah mempersiapkan semua hal yang diperlukan untuk kelahiran sang bayi yang dinanti-nanti. Mereka juga berkumpul menunggu kelahiran sang bayi. Hannah berjuang melahirkan sang buang hati tanpa ditunggu kehadiran suami tercintanya. Setelah Hannah lama berjuang ahirnya bayi mungil pun terlahir. Suara tangis bayi terpecah. Kerabat yang tengah menunggu kelahirannya pun mengucapkan syukur. Mereka juga saling berbisik-bisik saat menyaksikan sang bayi yang telah lahir. Hannah diam-diam mendengar percakapan mereka. Ia tampak kaget sekali. Ternyata bayinya yang lahir itu perempuan. Hannah menundukkan kepalanya. Ia tampak sedih sekali saat tahu bayinya adalah seorang anak perempuan. Padahal, berdasarkan mimpi suaminya bayi yang akan lahir itu ialah seorang anak laki-laki, karena mimpi itu juga ia telah bernazar membebaskan anaknya untuk dijadikan pelayan Baitul Maqdis, “Tuhanku, aku menginginkan seorang anak laki-laki agar aku dapat menepati janjiku untuk menjadi pelayan rumah suci-Mu, Baitul Maqdis. Dengan hal itu mungkin aku dapat bersyukur kepada-Mu dan mendapat keridhoan-Mu.

“Tuhanku, sesungguhnya Aku telah melahirkan seorang anak perempuan… dan anak perempuan tidaklah seperti anak laki-laki.”[3]

Hannah merasa bingung saat mengetahui anak yang dilahirkannya adalah seorang anak perempuan. Dari satu sisi, ia telah bernazar, bayi yang dalam kandungannya itu akan dijadikan pelayan Baitul Maqdis. Di sisi lain, anak perempuan tidak sekuat anak laki-laki. Ia meyakini bahwa jika anak laki-laki, pasti akan menjadi pelayan tempat ibadah yang kuat, ia dapat merawat tempat ibadah dengan baik. Namun, bagaimana pun Hannah tidak dapat menentang ketentuan Tuhan, ia harus menerima takdirnya untuk menghadiahkan anaknya untuk menjadi pelayan Baitul Maqdis.

Kemudian Hannah pun menamai putrinya Maryam, dengan harapan putrinya akan menjadi seorang yang sangat bertakwa dan ahli ibadah. Dan, putrinya pun akan menjadi bagian dari para pelayan Tuhan, karena orang-orang Ibrani biasa memanggil dengan sebutan Maryam orang-orang yang bertakwa, ahli ibadah dan para pelayan rumah Tuhan, “Dan sesungguhnya Aku telah menamainya Maryam, dan sesungguhnya Aku memohon perlindungan kepada-Mu untuknya dan anak keturunannya dari gangguan setan yang terkutuk.”[4]

Pemilihan Pengasuh Maryam as

Allah telah menerima nazar Hannah, yang telah menghadiahkan putrinya dengan ikhlas untuk menjadi pelayan rumah Tuhan, Baitul Maqdis. Allah pun menerima agar Maryam dibesarkan dan dibimbing di bawah pengawasan-Nya, “Maka Tuhan pun menerima(nazar)nya dengan baik, dan telah menjadikan (Maryam) tumbuh kembang dengan baik.”[5]

Setelah itu, Hannah pun menutupi tubuh bayinya dengan kain bedong dan dibawanya ke tempat ibadah. Tiba di Baitul Maqdis  ia menghadap para rahib, seraya berkata, “Ambillah anak ini, aku telah bernazar untuk dijadikan pelayan di tempat ibadah ini. Salah satu di antara kalian harus ada yang bertanggungjawab untuk merawat dan mendidiknya.”[6]

Para rahib Yahudi berselisilih pendapat tentang siapa yang berhak menjadi penanggungjawab untuk merawat dan mendidik Maryam as. Semua menghendaki mendapat kehormatan untuk mengasuhnya karena Imron, ayah Maryam as merupakan seorang nabi, juga seorang imam besar Baitul Maqdis. Nabi Zakaria as mengusulkan kepada para rahib tersebut agar menyerahkan pengasuhan Maryam as kepadanya. Beliau beralasan bahwa yang lebih berhak untuk mengasuh Maryam as ialah dirinya, karena istrinya merupakan bibinya Maryam as. Namun, para rahib tidak menerima alasan tersebut, dan mereka masih terus berselisih pendapat tentang hal itu.

Akhirnya diputuskan perkara tersebut agar diselesaikan dengan cara diundi. Para rahib dan Nabi Zakaria as pun menuliskan nama masing-masing di kayu dengan tinta yang biasa dipakai untuk menulis kitab Taurat. Kemudian mereka melemparkan kayu tersebut ke sungai. Menjadi kebiasaan mereka kala itu, nama yang muncul ke permukaan air itulah yang akan menjadi pemenang. Semua mata memandang ke arah sungai. Tampak ketegangan di wajah mereka, karena mereka semua berharap namanya yang akan muncul ke permukaan air. Tak lama kemudian, nama Nabi Zakaria as yang muncul ke permukaan air. Dengan itu, beliau menjadi pemenang dan berhak menjadi penanggungjawab atas pengasuhan Maryam as. Tidak ada seorang pun dari para rahib yang menentang keputusan tersebut. Setelah itu, Nabi Zakaria as mengambil Maryam as dari ibunya dan menggendongnya untuk dibawa ke rumahnya. Nabi Zakaria as pun mencarikan ibu susuan untuk Maryam as. Beliau sangat bersungguh-sungguh dalam merawat dan membesar Maryam as. Waktu demi waktu berlalu, Maryam as pun tumbuh menjadi besar. Setelah melewati masa kecilnya dan menjadi remaja, akhirnya Nabi Zakaria as membawa Maryam as ke Baitul Maqdis. Beliau membuatkan sebuah ruangan untuk tempat tinggal Maryam as. Tidak dapat sampai ke ruangan tersebut kecuali melalui sebuah tangga. Dan, tidak ada seorang pun yang dapat masuk ke dalamnya kecuali Nabi Zakaria as. Saat itu beliau sudah sangat tua. Beliau jugalah yang membawakan makanan dan minuman untuk Maryam as.[7]

Maryam as tumbuh besar di bawah naungan bimbingan dan kasih sayang Nabi Zakaria as dan istrinya. Beliau telah melewati tahapan-tahapan kesempurnaan jasmani dan ruhani hingga telah siap untuk lebih mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Beliau sangat tenggelam dalam ibadah sampai-sampai Ibnu Abbas dalam menggambarkan ibadahnya menyatakan bahwa pada usia sembilan tahun, hari-harinya dipenuhi ibadah puasa, malam-malam diisi dengan solat dan munajat kepada Sang Maha Kuasa. Dalam ketakwaan dan pengenalan (makrifatullah) Tuhannya, ia mengalahkan para rahib dan orang-orang bertakwa pada masanya.[8] Beliau pun mendapatkan inayah dan anugrah istimewa berbagai karamah dan kelebihan yang dianugrahkan Allah Swt.dari Sang Maha Kuasa. Maryam as memiliki

CATATAN :

[1]  Naishaburi, Mustadrak ash-Shahihain, jil 2, hal 497; dinukil dari Fadhail Khamsah jil 3, hal 174

[2] QS al-Imron:35

[3]  QS Ali Imron:36

[4] QS Ali Imron:36

[5]  QS Ali-Imron:37

[6]  Faidhul Kasyani, Tafsir Shafi, jil 1, hal 256

[7]  Thabarsi, Majmaul Bayan, jil 4, hal 52

[8]   Ibid

0
0% (نفر 0)
 
نظر شما در مورد این مطلب ؟
 
امتیاز شما به این مطلب ؟
اشتراک گذاری در شبکه های اجتماعی:

latest article

Sabda Nabi saw: “Ali dariku dan aku dari Ali”
Mengapa Qabil membunuh Habil?
Hadis Madinah Al-Ilm (Kota Ilmu)
Peristiwa-peristiwa alam saat dan sesudah Imam Husein (as) terbunuh
Kepergian Sang Pemandu Umat, Imam Baqir as(2)
Ujian dan Pertolongan dari Allah bagi Para Kekasih-Nya
Berapa kalikah nama Nabi Isa disebutkan dalam al-Quran?
Apa arti “Fatimah” itu? Dan mengapa Rasulullah Saw memilih nama ini untuk putri ...
Mengapa dalam al-Qur’an disebutkan “Fabassyirhum bi’adzâbin alîm” padahal ...
Pemaaf dan Sabar, Akhlak Nabi dan Orang-orang Saleh

 
user comment