Indonesian
Friday 29th of March 2024
0
نفر 0

ZIARAH KUBUR BAGI WANITA

ZIARAH KUBUR BAGI WANITA

Dalam riwayat disebutkan bahwa setiap Hari Jum’at Fatimah Zahra as. putri Rasulullah saw. senantiasa menziarahi kuburan Hamzah penghulu syuhada’ dan kuburan para syahid di Perang Uhud, dan bahkan menurut riwayat yang lain disebutkan bahwa dia menziarahinya dua kali dalam seminggu. Rutinitas ini beliau lakukan pada waktu ayahnya saw. masih hidup dan dia teruskan setelah Rasulullah saw. meninggal sampai ajal menjemputnya. Berkenaan dengan perbuatan Fatimah Zahra as. ini sama sekali tidak ada yang melarangnya baik Rasulullah saw., Ali bin Abi Thalib as., atau salah satu sahabat nabi. Tentunya, Fatimah Zahra as. lebih mengenal agama yang disampaikan ayahnya daripada orang lain, dan dia berulang kali menziarahi kuburan.


Fatimah Zahra as. senantiasa menziarahi kuburan pamannya Hamzah pada Hari Jum’at, dia shalat dan menangis di sisi kuburan itu. [2]


Di riwayat lain disebutkan: Fatimah Zahra as. senantiasa menziarahi kuburan para syahid di perang Uhud antara dua dan tiga hari, dia shalat, berdoa dan menangis di sana. [3]


Dari A’isyah juga diriwayatkan bahwa dia selalu sering menziarahi kuburan Abdurrahman saudaranya di Mekkah:

1. Ibnu Abi Malikah berkata: “Saya melihat A’isyah menziarahi kuburan saudaranya Abdurrahman bin Abi Bakar yang mati di Hubsyi[4] dan dikuburkan di Mekkah”. [5]

2. Dia juga berkata: “Suatu hari A’isyah pergi ke arah kuburan, maka kukatakan padanya: ‘Bukankah Rasulullah saw. telah melarang ziarah kubur?’ dia menjawab: ‘Iya, beliau pernah melarangnya tapi kemudian beliau perintahkan untuk menziarahi kuburan’.”. [6]

Telaah atas Hadis yang Melarang Ziarah Kubur
Berkenaan dengan hadis yang dinisbatkan kepada Rasulullah saw. yang bersabda: “Allah (swt.) melaknat wanita peziarah kubur.” [7] ada beberapa poin penting yang harus diperhatikan:

Pertama. Hadis ini dinaskh (dihapus) oleh hadis yang diriwayatkan oleh Buraidah sebagaimana dinyatakan secara tegas oleh Hakim dan Dzahabi. Di samping itu, hadis ini berlawanan dengan riwayat A’isyah yang mengatakan bahwa “Rasulullah saw. pernah melarang ziarah kubur tapi kemudian beliau perintahkan untuk menziarahinya” [8]. Hadis A’isyah ini dinyatakan shahih oleh Dzahabi di dalam kitab Hasyiyah al-Mustadrok, dia berkata: “Hadis ini adalah hadis yang shahih”.


Kedua. Hadis ini bertentangan dengan perbuatan A’isyah yang sering menziarahi kuburan Abdurrahman saudaranya yang mati secara tiba-tiba pada tahun lima puluh tiga hijriah di daerah gunung dekat Mekkah dan kemudian dia masukkan jenzahnya ke Haram dan dia makamkan di sana. [9] Apakah A’isyah ingin menentang sunnah Rasulullah saw. sehingga dia berhak untuk dilaknat sebagaimana tercantum dalam hadis itu!!


Ketiga. Hadis ini berseberangan dengan riwayat kuat yang membuktikan perbuatan Fatimah Zahra as. menziarahi kuburan Rasulullah saw. setelah pemakaman beliau dan juga menziarahi kuburan Hamzah serta para syahid yang lain pada setiap hari jumat atau menurut versi riwayat yang lain dua kali dalam seminggu. Apa Anda kira Fatimah Zahra as. ingin membangkang sunnah Nabi saw. yang sudah terbukti kebenarannya?! Atau —naudzu billah— dia tidak mengenal sunnah Nabi saw.?! padahal Ahlul Bayt as. lebih mengenali apa yang ada di dalam bayt (rumah)nya. Ditambah lagi kenyataan bahwa dia sering menziarahi kuburan para syahid di Perang Uhud pada masa hidupnya Rasulullah saw., dan rutinitas itu berlangsung selama tujuh tahun, lalu —kalau memang itu terlarang— kenapa beliau tidak melarangnya? Apalagi dia tetap menekuninya setelah Rasulullah saw. wafat; diriwayatkan dari Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as. berkata: “Usai pemakaman Rasulullah saw., Fatimah Zahra as. datang dan berdiri di atas kuburan beliau lalu mengambil segenggam tanah dari kuburan itu dan meletakkannya di kedua mata seraya menangis dan berkata: ... “.[10]


Kalau memang ziarah ke kuburan adalah haram bagi wanita, lalu kenapa Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as. atau salah satu sahabat nabi yang lain tidak melarang Fatimah Zahra as. melakukan hal itu.
Keempat. Ulama Ahli Sunnah memfatwakan boleh bagi wanita untuk menziarahi kuburan, dan adapun kutukan (laknat) yang kadang terdengar dalam hadis berarti wanita dilarang menziarahi kuburan karena tipisnya kesabaran mereka, sedangkan apabila kesabaran mereka kuat maka mereka pun boleh berziarah ke kuburan. Dengan kata lain wanita boleh berziarah ke kuburan dengan syarat sabar seperti yang disebutkan dalam kitab at-Taju al-Jam’u li al-Ushul:


1. Laknat bagi wanita peziarah kubur berarti mereka haram melakukannya karena kesabaran mereka yang kurang dan kecemasan mereka yang berlebihan. Dalam hal ini, semua hadis yang mengharamkan wanita keluar dari rumah untuk mengantar jenazah atau menziarahi kuburan berarti sama dengan di atas, karena wanita boleh berziarah ke kuburan dengan syarat sabar, tidak cemas dan tidak bersolek. Dan hendaknya ada suami atau salah satu muhrim yang mendampinginya untuk menghindari fitnah. Semua itu karena hadis yang pertama tadi adalah bersifat umum dan tak terbatas, [11] dan karena pernyataan A’isyah dalam hadis yang kedua: Bagaimana seyogyanya aku berucap? Beliau bersabda: ucapkan “as-salamu ‘ala ahlid diyar minal mukminina wal muslimin, yarhamullohu...” [12]
Alasan berikutnya adalah perbuatan A’isyah yang menziarahi kuburan Abdurrahman saudaranya, dan ketika Abdullah protes dia menjawab: Dulu memang Rasulullah saw. pernah melarang ziarah kubur, tapi kemudian beliau memerintahkannya. [13]

2. Mulla Qari berkata: Literal hadis ini —nahaytukum ‘an ziarotil qubur fazuruha— menunjukkan makna yang umum, karena ucapan “nahaytukum” (aku pernah larang kalian) dialamatkan kepada kalangan umum yang mencakup pria dan wanita, sedangkan penggunaan kata ganti untuk lelaki yang banyak (kum) sama sekali tidak berarti pengkhususan melainkan karena kaidah Bahasa Arab yang menggunakan kata ganti itu saat sebuah ucapan dialamatkan kepada kalangan umum yang mencakup pria dan wanita secara sekaligus. Begitu pula halnya dengan hukum yang termuat dalam perintah untuk ziarah kubur (fazuruha). Apalagi menurut sebagian pendapat bahwa izin ziarah kubur itu juga umum dan mencakup kaum hawa. Dengan demikian, maka alasan-alasan yang disebutkan dalam hadis-hadis ini menunjukkan bahwa dalam hal hukumnya ziarah kubur wanita dan pria adalah sama. Apabila para wanita ingin menziarahi kuburan maka hendaknya mereka memenuhi syarat-syarat yang tersebut di atas. Dan hukum ini didukung pula oleh hadis yang telah lalu bahwa suatu saat Rasulullah saw. melewati seorang wanita yang sedang berziarah, maka beliau perintahkan wanita itu untuk bersabar dan bukannya melarang dia untuk berziarah ke kuburan ... “.[14]

3. Ibnu Abdil Bar berkata: “Orang-orang yang memperbolehkan ziarah kubur bagi wanita berdalil dengan hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Muhammad, dia berkata: Abdul Hamid meriwayatkan kepada kami ... dari Ibnu Abi Malikah bahwa suatu hari A’isyah beranjak pulang dari kuburan, maka aku katakan kepadanya: Wahai ibunda orang-orang yang beriman dari mana Anda pulang? Dia menjawab: Dari kuburan saudaraku Abdurrahman. Maka kukatakan lagi kepadanya: Bukankah Rasulullah saw. telah melarang ziarah kubur? Dia menjawab: Iya, memang benar Rasulullah saw. pernah melarang ziarah kubur, tapi kemudian beliau memerintahkannya.” [15]
Diriwayatkan dari Ibnu Abi Malikah: dia berkata: “A’isyah menziarahi kuburan saudaranya di sekedup.”
Abu Abakar berkata: Musrid meriwayatkan kepada kami seraya berkata: Nuh bin Darraj meriwayatkan kepada kami dari Aban bin Taghlib dari Ja’far bin Muhammad yang berkata: “Dulu Fatimah putri Rasulullah saw. senantiasa menziarahi kuburan Hamzah bin Abdul Mutthalib pada hari jum’at dan menandainya dengan batu.” [16]

Komentar Qasthalani terhadap Riwayat Anas
“Suatu hari Rasulullah saw. melewati seorang wanita yang sedang menangis di sisi kuburan, maka beliau bersabda padanya: “Bertaqwalah pada Allah (swt.) dan bersabar”, wanita itu menjawab: “Sudahlah, musibah ini tidak menimpamu dan engkau tidak bisa merasakannya ...”.
Jika Anda katakan: Apa hubungannya hadis ini dengan maksud yang Anda jelaskan? Saya akan menjawab demikian: Dari sudut pandang bahwa Rasulullah saw. tidak melarang wanita itu untuk berziarah kubur, baik peziarahnya adalah lelaki maupun perempuan, dan baik yang diziarahi dalam kubur adalah muslim maupun kafir. Dan semua itu karena tidak ada perincian dalam hadis itu.


Nawawi berkata: Mayoritas ulama’ memperbolehkannya ...
Dia juga berkata: Secara global hukumnya ziarah ke kuburan muslimin bagi lelaki adalah sunnah, dengan alasan hadis Muslim yang artinya: “Dulu aku pernah melarang kalian untuk menziarahi kuburan, adapun sekarang ziarahilah kuburan karena perbuatan itu mengingatkan kalian kepada akhirat”.


... adapun ziarah kubur bagi wanita hukumnya adalah makruh dikarenakan kerisauan mereka yang berlebihan. Sedangkan hadis Abu Hurairah yang diriwayatkan dalam Sunan Tirmidzi (Allah swt. melaknat wanita peziarah kubur) dan dia nyatakan hadis itu sebagai hadis hasan yang shahih, tiada lain harus diaplikasikan pada wanita yang ziarahnya ke kuburan identik dengan nyanyian sedih kematian, tangisan, dan ratapan yang umumnya kebiasaan wanita adalah demikian.
Qurthubi berkata: Sebagian ulama’ mengartikan hadis Tirmidzi itu dengan larangan terhadap wanita yang sering sekali menziarahi kuburan, karena bentuk kata zuwwarot menunjukkan mubalaghah atau arti yang berlebihan, yakni wanita yang sering sekali menziarahi kuburan. [17]

4. Ibnu Abdul Bar —setelah menukil hadis-hadis ini— berkata: Abu Bakar berkata: Aku mendengar Abu Abdillah —yakni Ahmad bin Hanbal— bertanya tentang wanita yang menziarahi kuburan, maka Ahmad menjawab: Aku berharap insyaAllah perbuatan itu boleh dan tidak bermasalah apa-apa. A’isyah pernah menziarahi kuburan saudaranya. Abu Bakar kembali bertanya: Tapi bagaimana dengan hadis Ibnu Abbas “Bahwa Rasulullah saw. melaknat wanita peziarah kubur”, Ahmad menjawab: Apa ini Abu Shaleh? Seakan-akan dia ingin menyatakan kelemahan hadis ini, kemudian dia berkata: Aku berharap insyaAllah A’isyah memang pernah menziarahi kuburan saudaranya. [18]

5. Hafidz Albani menukil hadis “Rasulullah saw. melaknat wanita peziarah kubur” lalu berkata: Saya tidak menemukan hadis-hadis yang mendukung hadis ini, bahkan hadis yang berbunyi “Allah (swt.) melaknat orang yang memberi lampu penerangan di atas kuburan” juga hadis yang dha’if (lemah) walaupun sebagian saudara-saudara kita yang mempunyai kecenderungan salafi berargumentasi dengan hadis ini, dan nasihatku kepada mereka sebaiknya mereka tidak lagi menggantungkan diri pada hadis ini, karena hadis ini bukan hadis yang shahih. [19]

6. Ibnu Abidin (w. Tahun 1253) berkata:
Sunnahkah wanita menziarahi kuburan Rasulullah saw.? jawaban yang benar adalah: Iya, sunnah dan sama sekali tidak makruh, akan tetapi harus dengan memenuhi syarat-syaratnya sebagaimana telah dijelaskan oleh sebagian ulama’; pendapat madzhab kita yang lebih benar disampaikan oleh Kurkhi dan yang lain, yaitu: Baik pria maupun wanita semuanya diperbolehkan untuk menziarahi kuburan. Dengan demikian maka pernyataan di atas sama sekali tidak bermasalah. Adapun pendapat selain itu mengatakan bahwa ziarah kesana adalah sunnah bahkan sebagian berpendapat itu adalah wajib. Pernyataan ini dia sebutkan dalam kitab Syarhu al-Lubab. [20]

7. Tirimidzi berkata: Hadis ini merupakan hadis yang hasan dan shahih. Sebagian ulama’ berpendapat bahwa hadis ini disampaikan sebelum Rasulullah saw. memperbolehkan ziarah kubur, adapun setelah beliau memperbolehkannya maka tidak ada perbedaan baik laki maupun perempuan boleh untuk melakukannya.
Sebagian lagi berkata: Alasan kenapa ziarah kubur dimakruhkan (dilarang) bagi wanita adalah karena sedikitnya kesabaran mereka dan sebaliknya karena kesedihan mereka pula yang berlebihan. [21]


8. Qasthalani: ... bukan saja tidak makruh hukumnya ziarah ke kuburan Rasulullah saw. bagi wanita melainkan itu adalah sunnah, dan begitu pula tentunya dengan kuburan para nabi dan wali sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Raf’ah dan Qamuli. [22]

Kajian Sanad Hadis
Hadis yang menyebutkan laknat Rasulullah saw. atas wanita peziarah kubur dinukil dari tiga jalur:
1. Hassan bin Tsabit.
2. Ibnu Abbas.
3. Abu Hurairaih.
a. Ibnu Majjah membawakan hadis ini dari tiga jalur tersebut. [23]
b. Ahmad membawakan hadis ini dari dua jalur saja: Hassan bin Tsabit[24], dan Abu Hurairah [25].
c. Tirmidzi membawakan hadis ini hanya dari satu jalur Abu Hurairah. [26]
d. Abu Dawud membawakan hadis ini hanya dari satu jalur Ibnu Abbas. [27]
Adapun Bukhari dan Muslim sama sekali tidak meriwayatkan hadis ini. Di samping itu, tidak ada kesepakatan antara para penyusun kitab induk hadis Sunan dalam satu jalur periwayatan. Jalur ketiga yakni hadis dari Abu Hurairah dinukil oleh Ibnu Majjah, Ahmad bin Hanbal dan Tirmidzi. Jalur pertama yakni hadis dari Hassan bin Tsabit dinukil oleh Ibnu Majjah dan Ahmad bin Hanbal. Dan jalur kedua yakni hadis dari Ibnu Abbas dinukil oleh Abu Dawud dan Ibnu Majjah.
Jalur pertama periwayatan hadis ini, yang dinukil oleh Ibnu Majjah dan Ahmad serta silsilah perawinya berakhir pada Hassan bin Tsabit, di tengah sanad atau silsilah perawinya terdapat nama Abdullah bin Utsman bin Khutsaim, orang yang hadis-hadisnya tidak kuat sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Duraqi dari Ibnu Mu’in. Adapun Ibnu Hatim mempunyai dua pandangan mengenai dia, salah satunya adalah hadis-hadis yang diriwayatkan dari Abdullah bin Utsman tidak bisa dijadikan landasan. Nasa’i juga berkata: Abdullah bin Utsman adalah orang yang hadis-hadisnya lemah. [28]
Di antara silsilah perawi hadis yang dinukil oleh Ibnu Majjah dan Ahmad tersebut terdapat nama Abdurrahman bin Bahman, orang yang tak seorang pun meriwayatkan hadis darinya kecuali Ibn

u Khutsaim. Ibnu Madini berkata: Kita tidak mengenal orang itu. [29]
Adapun jalur kedua periwayatan hadis ini yang silsilah perawinya berakhir pada Ibnu Abbas, di antara mereka terdapat nama Abu Shaleh yang menurut Abu Hatim dia adalah orang yang hadisnya tidak bisa dijadikan bukti, dan Nasa’i juga berkata: Dia bukan orang yang terpercaya, Ibnu Uday juga berkata: Saya sama sekali tidak melihat ulama’ terdahulu yang meridhai Abu Shaleh. [30]


Dan yang terakhir, jalur ketiga periwayatan hadis ini yang silsilah perawinya berakhir pada Abu Hurairah, di antara mereka terdapat nama Umar bin Abi Salmah yang menurut pernyataan Nasa’i dia bukan orang yang kuat dalam hal penukilan hadis, Ibnu Majjah berkata: Dia bukan orang yang hadis-hadisnya dapat dijadikan landasan. Ibnu Mu’in berkata: Dia adalah orang yang lemah. Dan Abu Hatim juga berkata: Dia adalah orang yang hadis-hadisnya tidak bisa dijadikan bukti. [31]
Oleh karena itu, hadis ini dari semua jalurnya mempunyai masalah sanad, dan mungkin itulah sebabnya kenapa Bukhari dan Muslim tidak menyebutkan hadis ini di dalam kitab Sahih mereka.
Selain kritikan-kritikan yang telah tercantum di atas, saya tambahkan juga komentar fuqaha’ (mufti-mufti agama) yang menolak kebenaran hadis ini, dan mereka memfatwakan boleh bahkan sunnah hukumnya ziarah kubur bagi laki maupun perempuan.

 

CATATAN :
1. Diterjemahkan dari kitab Rowafidu al-Iman ila Aqo’idi al-Islam, karya Najmuddin Thabasi, dari halaman 125 sampai134.
2. Mushonnaf Abdur Razzaq: jilid 3, halaman 572 dan 574. as-Sunan al-Kubro: jilid 4, halaman 131.
3. As-Sunan al-Kubro, jilid 4, halaman 131. Mustadrok al-Hakim: jilid 1, halaman 533.
4. Gunung yang terletak enam mil dari kaki Mekkah, Mukjam al-Buldan: jilid 2, halaman 214.
5. Mushonnaf Abdur Razzaq: jilid 3, halaman 570.
6. As-Sunan al-Kubro: jilid 4, halaman 131.
7. Hadis ini diriwayatkan oleh penyusun kitab-kitab Sunan selain Bukhari dan Muslim. Anda bisa lihat dalam kitab Mushonnaf Abdur Razzaq: jilid 3, halaman 569.
8. As-Sunan al-Kubro: jilid 4, halaman 131. Mustadrok al-Hakim: jilid 1, halaman 374.
9. Wafayat al-A’yan: jilid 3, halaman 69.
10. Irsyad as-Sari, jilid 3, halaman 352.
11. Hadis yang redaksinya:
کنتُ نَهَیتُکُم عَن زیارَةِ القُبُور فَقَد اُذِنَ لِمُحمّد فِي زیارة قبر اُمِّه فَزُوروهَا فَاِنّها تُذکِّر الآخرة
Artinya: “Aku dulu melarang kalian ziarah ke kuburan, dan sekarang sungguh Muhammad telah diizinkan untuk menziarahi kuburan ibunya, oleh karena itu ziarahilah kuburan karena ziarah kubur mengingatkan – kalian – kepada akhirat”. Hadis ini diriwayatkan oleh lima kitab induk hadis Ahli Sunnah dan hanya Sahih Bukhori saja yang tidak meriwayatkannya. Adapun redaksi ini dinukil dari Sunan Tirmidzi.
12. Mushonnaf Abdur Razzaq: jilid 3, halaman 571.
13. At-Taju al-Jam’u li al-Ushul: jilid 2, halaman 381.
14. Mirqot al-Mafatih: jilid 4, halaman 248.
15. Hadis ini dinyatakan kesahihannya oleh Dzahabi, Anda bisa lihat dalam kitab Mustadrok al-Hakim: jilid 1, halaman 376.
16. Tamhidu Syarhi al-Muwattha’: jilid 3, halaman 234.
17. Irsyad as-Sari: jilid 3, halaman 400.
18. At-Tamhid fi Syarhi al-Muwattho’: jilid 3, halaman 234.
19. Silsilatu al-Ahadis ad-Dho’ifah wa Atsaruha as-Salbi fi al-Ummah: 260.
20. Roddu al-Muhtar ‘ala ad-Durri al-Mukhtar: jilid 2, halaman 263. Anda bisa lihat dalam kitab al-Ghodir; jilid 5, halaman 121.
21. Al-Jami’u as-Shohih: jilid 3, halaman 372, persis di bawah bab ke62 hadis ke 1056.
22. Irsyadu as-Sari: jilid 3, halaman 400.
23. Sunan Ibnu Majjah: jilid 1, halaman 502.
24. Musnad Ahmad bin Hanbal: jilid 3, halaman 442.
25. Ibid: jilid 2, halaman 337 dan 356.
26. Al-Jam’u as-Shohih: jilid 2, halaman 370.
27. Sunan Abi Dawud: jilid 3, halaman 318.
28. Lihatlah kitab Mizan al-I’tidal: jilid 2, halaman 459.
29. Ibid: halaman 551.
30. Tahdzibu al-Kamal: jilid 4, halaman 6.

0
0% (نفر 0)
 
نظر شما در مورد این مطلب ؟
 
امتیاز شما به این مطلب ؟
اشتراک گذاری در شبکه های اجتماعی:

latest article

Islam dalam ALKITAB [1]
Siapakah ayah Ibrahim yang sebenarnya?
Apakah sebelum Islam berkembang di Mekah, disamping ada penyembahan berhala ada juga ...
Siapakah orang yang mengantarkan makanan kepada Nabi Muhammad Saw selama beliau berada di ...
Apa alasan Nabi Khidir membunuh seorang anak kecil?
Apa bedanya antara tahwil, tabdil dan nasakh?
Kapan dan pada masa siapa Bunda Maryam dan Bunda Asiyah Sa wafat? Dimanakan keduanya ...
Al-Qur’an ditinjau dari tiga aspek merupakan mukjizat, 1. Lafaz; 2. Kandungan; 3. ...
Siapakah nama ibu kandung Nabi Ibrahim As?
Apa makna kuniyah itu? Dan apa maksud Abu al-Qasim yang dijadikan sebagai kuniyah ...

 
user comment