Indonesian
Friday 29th of March 2024
0
نفر 0

Perang di Yaman, untuk Apa dan Siapa? (1)

Konflik di Yaman memang seolah terlupakan oleh publik Indonesia. Padahal sejak Arab Saudi membombardir Yaman pada 26 Maret 2015 hingga hari ini, puluhan ribu penduduk negeri itu tewas dan terluka, mayoritas perempuan dan anak-anak. Laporan PBB menyebutkan bahwa target bom Saudi adalah objek-objek sipil, termasuk kamp pengungsi, pesta pernikahan, mobil-mobil sipil, kawasan permukiman sipil, fasilitas medis, sekolah, masjdi, pasar, pabrik, gudang makanan, airport, dan pelabuhan. Kondisi semakin diperburuk oleh embargo ekonomi, sehingga separuh populasi Yaman (total 28 juta) mengalami kelaparan dan anak-anak kekurangan gizi. Berbeda dengan konflik Suriah dimana foto-foto palsu diedarkan oleh media mainstream dan media pro-jihadis selalu berhasil membuat publik histeris, foto-foto asli anak-anak Yaman yang kurus kering kelaparan diabaikan begitu saja.

Penting diperhatikan bahwa AS adalah sponsor utama dalam serangan brutal Arab Saudi, dan hal ini sudah diakui Menlu Saudi, Adel al-Jubeir, “Ada pejabat-pejabat Inggris dan AS dan negara-negara lain di pusat komando kami. Mereka tahu daftar target pengeboman…” [1]

Bom yang digunakan adalah bom cluster buatan AS, jenis bom yang dilarang PBB karena dampaknya yang sangat mematikan, sehingga Sekjen PBB menilai aksi Saudi hampir dapat dikategorikan ‘kejahatan perang’ (may amount to a war crime).

Perang Sunni-Syiah atau Perang demi Minyak?

Media massa dan para pengamat umumnya memotret konflik Yaman sebagai perang antara Saudi melawan proxy Iran di Yaman, pasukan Al Houthi. Arab Saudi digambarkan tengah khawatir pengaruh Syiah dan Iran semakin kuat di Yaman, dan akan meluas ke negaranya. Pendapat seperti ini sangat menyederhanakan masalah, atau bahkan telah menggeser opini publik dari akar masalah yang sesungguhnya.

Bila motif Arab Saudi membombardir Yaman semata-mata demi ‘membantai Syiah’, jelas bertentangan dengan fakta bahwa mayoritas korban pembombardiran dari udara itu adalah warga sipil sehingga yang tewas sama sekali tidak bisa ‘dipilih’. Populasi Muslim di Yaman adalah 55% Sunni, 40% Shiah Zaidiyah (berbeda dari Syiah Iran).

Selain itu, bila kita meneliti sejarah Yaman, terlihat bahwa di negara ini sudah terjadi banyak konflik internal yang melibatkan banyak faksi, baik antara faksi Ikhwanul Muslimin (IM), faksi Imam Yahya (Syiah-Zaidiyah), faksi Sosialis, antara rezim Saleh (yang awalnya didukung IM, namun kemudian berseteru dengan IM), faksi suku Al Houthi (Syiah-Zaidiyah). Saat ini kubu yang berseteru adalah Ansharullah (suku Al Houthi dan faksi-faksi Sunni Syafii) melawan kelompok-kelompok berhaluan Wahabi, Al Qaida, ISIS, dan Arab Saudi.

Faktor Barat sebagai pihak di balik layar pun, sebagaimana terjadi dalam perang-perang lain di Timur Tengah, tak bisa diabaikan. Yaman tadinya berada di bawah kekuasaan Imperium Ottoman. Kemudian, setelah Ottoman kalah dalam Perang Dunia I, Inggris menguasai Yaman selatan (terutama wilayah Aden yang menguasai jalur laut). Sementara itu, Yaman utara dikuasai oleh Imam Yahya yang bermazhab Syiah Zaidiah, yang membentuk Kerajaan Yaman. Inggris pun membacking gerakan “Free Yemenis” yang berafiliasi dengan Ikhwanul Muslimin. Gerakan ini pada tahun 1962 berhasil menggulingkan pemerintahan Imam Yahya dan memproklamasikan “Republik Arab Yaman” di Yaman utara.

Di Yaman selatan, kelompok sosialis membentuk Republik Rakyat Demokratik Yaman pada 1967. Pada Mei 1990, akhirnya kedua Yaman (utara dan selatan) bersatu di bawah nama Republik Arab Yaman, dengan Ali Abdullah Saleh sebagai presiden dan Ali Salim Beidh (semula Presiden Yaman selatan, berasal dari partai sosialis) menjadi wakil presiden.

Namun pemerintahan baru tak langgeng, terlebih karena pemerintahan Saleh yang despotik dan memperkaya diri. Tahun 1994, Wapres Ali Salim Beidh (sosialis) mundur dan kelompok sosialis kemudian angkat senjata dan terjadilah perang sipil. Presiden Saleh, dibantu oleh Arab Saudi (dan Partai Islah/Ikhwanul Muslimin) akhirnya menundukkan pemberontakan itu. Sejak tahun 2004, suku Houthi yang bermazhab Syiah Zaidiyah menuntut otonomi khusus di wilayah Saada sebagai protes atas diskriminasi dan penindasan dari rezim Saleh. Tuntutan ini dihadapi dengan senjata oleh Saleh (dibantu Arab Saudi), dan meletuslah perang sipil yang menewaskan lebih dari 5000 tentara dan rakyat sipil (suku Houthi) pada rentang 2004-2008.

Tahun 2009, kelompok Salafi (Gerakan Yaman Selatan/ al Hirak al Janoubi) yang dipimpin kelompok Tareq Al Fadhli angkat senjata melawan rezim Saleh. Al Fadhli adalah alumnus jihad Afganistan yang berperan membantu Saleh dalam membungkam faksi sosialis. Di masa ini, muncul aktor baru di Yaman, yaitu Al Qaida Arab Peninsula (AQAP) yang memproklamasikan diri pada tahun 2009. Dua tokoh utama AQAP adalah dua warga Arab Saudi alumni Guantanamo, Abu-Sayyaf al-Shihri dan Abu-al-Harith Muhammad al-Awfi. Mengingat donatur utama Al Qaida adalah Arab Saudi, dan pembentukan Al Qaida memang didalangi AS dan Arab Saudi (hal ini sudah diakui oleh Hillary Clinton), tentu kemunculan Al Qaida di Yaman adalah demi kepentingan AS.

Meski Al Fadhli menolak tuduhan bahwa dia bekerja sama dengan Al Qaida, namun AS tetap membombardir Yaman dengan alasan mengejar Al Qaida. Antara 2009-2011, korban serangan bom yang diluncurkan pesawat tempur AS (dengan seizin Presiden Saleh) telah menewaskan ratusan rakyat sipil Yaman, termasuk anak-anak. Akhirnya pada Juni 2014, Al Fadhli menyatakan bergabung dengan Al Qaida. Dan sejak 2015, ISIS menyatakan ikut bergabung dengan Al Qaida Yaman.

Dari sekilas sejarah Yaman ini kita bisa lihat bahwa polarisasinya sama sekali bukan Sunni-Syiah. Pada 2011, seiring dengan gelombang Arab Spring, rakyat Yaman (dari berbagai suku dan mazhab) bangkit berdemo menuntut pengunduran Saleh yang telah berkuasa 33 tahun. Ia melarikan diri pada November 2011 ke Arab Saudi, dan digantikan oleh Mansur Hadi. Namun yang berkuasa di Yaman adalah elit-elit lama, termasuk anasir Al Qaida. Faksi-faksi yang banyak berjuang dalam upaya penggulingan Saleh justru disingkirkan, termasuk gerakan Ansarullah (yang beranggotakan berbagai faksi, baik Syiah Zaidi maupun Sunni). Ini memunculkan ketidakpuasan rakyat yang semula berharap terjadinya reformasi dan gerakan Ansarullah meneruskan demo melawan pemerintah. Akhirnya, Mansur Hadi memilih lari ke Arab Saudi dan sejak 26 Maret 2015, Arab Saudi dibantu AS, negara-negara Teluk, dan Israel, membombardir Yaman, hingga hari ini. 

0
0% (نفر 0)
 
نظر شما در مورد این مطلب ؟
 
امتیاز شما به این مطلب ؟
اشتراک گذاری در شبکه های اجتماعی:

latest article

PM Al-Kausar, Pesantren Modern dan Berprestasi
Bus Terbakar, Perusahaan Harus Ganti Semua Kerugian Jemaah Haji
BDF ke-9 akan Angkat Isu Agama dan Pluralisme dalam Kehidupan Berdemokrasi
Al-Houthi: Agresi ke Yaman Tidak Dapat Dilegitimasi
Militer Irak Sita Bom-Bom Al Quran Milik ISIS
Jokowi Buka Puasa Bersama Anak Yatim di Istana Negara
Umat Islam Jangan Tertipu Provokasi Global!
Korban Jiwa Tragedinya Jatuhnya Crane Bertambah Menjadi 87 Korban
Melindungi Masjid Al-Aqsha Lewat Pameran Foto
Islam Reaksioner dan Intoleran adalah Penyimpangan

 
user comment