Indonesian
Friday 19th of April 2024
0
نفر 0

Manajemen Waktu Perspektif Imam Ali as

Waktu adalah mutiara yang paling berharga bagi setiap individu dan pada dasarnya, waktu merupakan kesempatan yang tidak pernah kembali yang dimiliki oleh manusia. Modal besar ini adalah anugerah Tuhan dan akan bermanfaat bagi manusia jika dikelola dengan baik dan benar. Manusia yang hidup dengan perencanaan matang, mereka dapat memanfaatkan karunia Ilahi ini dengan cara ideal. Oleh karena itu, berbeda dengan apa yang digambarkan, waktu dapat diraih dan dikelola dengan bai
Manajemen Waktu Perspektif Imam Ali as



Waktu adalah mutiara yang paling berharga bagi setiap individu dan pada dasarnya, waktu merupakan kesempatan yang tidak pernah kembali yang dimiliki oleh manusia. Modal besar ini adalah anugerah Tuhan dan akan bermanfaat bagi manusia jika dikelola dengan baik dan benar. Manusia yang hidup dengan perencanaan matang, mereka dapat memanfaatkan karunia Ilahi ini dengan cara ideal. Oleh karena itu, berbeda dengan apa yang digambarkan, waktu dapat diraih dan dikelola dengan baik. Waktu selalu berputar di sepanjang siang-malam dan manusia dapat mengisinya sesuai dengan skala prioritas dan penuh perhitungan. Oleh sebab itu, tidak ada waktu yang terbuang dan manusia perlu memanajemen waktu untuk setiap program.

Manajemen waktu sangat penting dalam kehidupan setiap individu dan berdasarkan berbagai riwayat, salah satu hal yang pertama kali ditanya di hari kiamat adalah penggunaan waktu dan nikmat usia. Oleh karena itu, slogan-slogan keliru seperti, 'hari esok tidak perlu dipikirkan sekarang' tidak memiliki tempat dalam ajaran Islam. Manusia harus memanfaatkan seluruh waktunya dengan maksimal dan baik. Imam Ali as dalam kata mutiara ke-21 Nahjul Balaghah, berkata, "Kesempatan berlalu laksana awan, oleh karena itu, kejarlah kesempatan-kesempatan baik."

 

 

 

Waktu atau masa sungguh sangat bernilai sehingga Allah Swt banyak menyinggung tentangnya di berbagai ayat. Pada ayat pertama surat al-Asr, Allah Swt bahkan bersumpah demi masa. Surat al-Asr menjelaskan sebuah hakikat yaitu waktu dan umur manusia benar-benar sangat singkat. Sayangnya, mereka baru memahami hakikat besar itu ketika ajal menjemputnya dan meninggalkan dunia ini untuk selamanya. Pada detik-detik itu, mereka akan merasakan bahwa betapa singkatnya masa hidup di dunia ini. Dalam surat an-Nazi'at ayat 46, Allah Swt berfirman, "Pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari." Sementara surat Yunus ayat 45 menyebutkan, "Dan (ingatlah) akan hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka, (mereka merasa di hari itu) seakan-akan mereka tidak pernah berdiam (di dunia) hanya sesaat di siang hari."

 

 

 

Kitab suci al-Quran sengaja menjelaskan beberapa peristiwa yang terjadi setelah kematian untuk menunjukkan betapa pentingnya waktu bagi manusia. Salah satu dari peristiwa itu, al-Quran menceritakan kondisi orang-orang yang ingin kembali ke dunia sesudah kematian agar bisa memanfaatkan waktunya dengan baik dan mempersiapkan sebuah kesempatan baru. Mereka adalah orang-orang yang lalai dan hidup sia-sia di dunia ini. Mereka berangan-angan dapat kembali ke dunia untuk memulai sebuah awal yang baru. Akan tetapi, Tuhan tidak akan pernah menunda kematian orang-orang yang sudah tiba takdirnya.

 

 

 

Dalam surat al-Munafiqun ayat 9-11, Allah Swt berfirman, "Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi." Pada dasarnya, mereka telah menzalimi diri mereka sendiri dengan menyia-nyiakan semua sarana dan potensi yang dimilikinya sebagai anugerah dari Tuhan.

 

 

 

 

 

Rasul Saw dan para imam maksum as – dengan mengikuti al-Quran – berkali-kali mengingatkan manusia agar memanfaatkan waktu dengan baik dan efisien. Para pemuka agama itu bahkan memberikan sejumlah nasehat yang sarat dengan makna. Rasul Saw bersabda, "Kalian harus bersikap lebih kikir dalam menjaga umur kalian daripada memelihara harta." Imam Ali as juga menyinggung karunia besar itu dan berkata, "Masa-masa kehidupan kalian adalah detik-detik umur kalian. Oleh karena itu, berusahalah agar tidak ada sedikit pun dari detik umurmu terbuang kecuali di tempat-tempat yang akan menyelamatkanmu."

 

 

 

Manusia membutuhkan waktu yang tepat dan sebuah proses untuk merealisasikan setiap program dan tujuan. Sebagai contoh, setiap kewajiban agama memiliki waktu khusus untuk pelaksanaannya dan tidak diperkenankan untuk menunaikannya di luar waktunya. Ibadah haji hanya diperkenankan pada bulan Dzulhijjah dan puasa Ramadhan akan diterima pada bulan Ramadhan. Demikian juga dengan shalat, yang harus ditunaikan pada waktunya. Imam Ali as dalam surat 27 Nahjul Balaghah, berkata, "Tunaikanlah setiap shalat pada waktu yang sudah ditetapkan, bukan melaksanakannya lebih cepat dari waktunya karena kalian tidak punya kesibukan, atau menundanya karena kalian disibukkan dengan pekerjaan lain."

 

 

 

Oleh karena itu, manajemen waktu tidak berarti seseorang boleh bertindak tergesa-gesa dan mempercepat penyelesaian semua tugasnya. Akan tetapi, manusia – dalam beberapa hal – membutuhkan pemikiran yang matang dan perenungan yang dalam. Menurut petuah Imam Ali as, manusia tidak boleh bertindak tergesa-gesa dalam melaksanakan tugas-tugasnya dan juga tidak mengerjakan sesuatu di luar waktu yang sudah ditetapkan. Di sisi lain, manusia juga tidak boleh melalaikan pekerjaannya dan melaksanakan setiap tugas sesuai dengan jadwalnya.

 

 

 

Dalam pandangan Islam, usia akan bernilai jika dimanfaatkan di jalan Tuhan, dan alangkah baiknya jika umur yang demikian ditakdirkan panjang. Oleh sebab itu, para wali Allah Swt senantiasa memohon umur yang panjang sehingga mereka dapat memanfaatkan modal besar ini di jalan terbaik, yaitu ketaatan kepada Tuhan. Akan tetapi, umur yang panjang juga sangat cepat berlalu. Imam Ali as dalam pidatonya berkali-kali berbicara tentang sedikitnya waktu dan pendeknya usia. Beliau berkata, "Hari esok sangat dekat jika dibandingkan hari ini. Detik-detik berlalu dengan cepat dalam hari dan hari-hari alangkah cepatnya ia terlewati, bulan-bulan betapa gesit ia berjalan dan tahun-tahun sungguh cepatnya ia berlalu dalam usia."

 

 

 

 

 

Menurut perspektif Imam Ali as, umur dibangun atas landasan kefanaan dan kebinasaan. Hari kemarin akan segera berganti dengan hari baru, manusia telah kehilangan satu hari dari usianya. Imam Ali as dalam khutbah 145 Nahjul Balaghah, berkata, "Seseorang tidak akan melewati sehari dari umurnya, kecuali dengan memusnahkan hari itu, yang merupakan kesempatan baginya." Oleh sebab itu, manusia harus menyusun perencanaan yang detail dan sesuai target untuk meminimalisir waktu yang terbuang.

 

 

 

Manusia menjalani kehidupan pada tiga waktu, masa lalu, masa sekarang, dan masa depan. Masa lalu adalah sebuah pengalaman baginya, masa sekarang adalah waktu untuk membuat keputusan, dan masa depan akan tampak suram jika tanpa tujuan dan program. Menurut Imam Ali as, orang-orang yang berakal adalah mereka yang menggunakan masa lalunya sebagai pengalaman, dan dengan manajemen yang tepat, mereka memanfaatkan masa sekarang di jalan ketaatan kepada Allah Swt dan menabung bekal akhirat. Imam Ali as dalam khutbah 83 Nahjul Balaghah, berkata, "Dunia suatu persinggahan yang diliputi oleh berbagai bala. Dunia terkenal dengan ketidaksetiaan dan tipu muslihat. Dunia adalah rendah dan hina karena menjadi tempat bermaksiat kepada Allah. Dan dunia adalah tempat tinggal tidak tenang, tempat persinggahan, perjumpaan dan perpisahan."

 

 

 

Salah satu dari prinsip penting manajemen waktu adalah penetapan tujuan dan target. Dalam pandangan Islam, tujuan itu adalah mencapai keridhaan Tuhan dan kebahagiaan di semua urusan baik duniawi maupun ukhrawi. Manusia harus memanfaatkan semua potensinya dan usia yang singkat ini untuk menyiapkan bekal perjalanan akhirat.

 

 

 

Imam Ali as memperingatkan semua orang tentang bahaya bermesraan dengan dunia seperti dalam khutbah 112 Nahjul Balaghah. Beliau berkata, "Saya peringatkan kalian tentang dunia ini karena ia adalah kediaman yang tak tetap. Ia bukan rumah untuk tempat merumput. Ia telah menghiasi diri dengan tipuan dan menipu dengan hiasannya. Ia adalah rumah yang rendah di hadapan Allah. Maka ia mencampur yang halalnya dengan haramnya, kebaikannya dengan keburukannya, kehidupannya dengan kematiannya, dan manisnya dengan pahitnya. Allah tidak menjauhkannya bagi pencinta-Nya, tidak pula Dia kikir dengan itu kepada musuh-musuh-Nya. Apakah yang baik dalam rumah yang hancur seperti bangunan yang rubuh, atau dalam usia yang berakhir ketika perbekalan habis, atau dalam waktu yang berlalu seperti berjalan?" ()


source : alhassanain
0
0% (نفر 0)
 
نظر شما در مورد این مطلب ؟
 
امتیاز شما به این مطلب ؟
اشتراک گذاری در شبکه های اجتماعی:

latest article

Tempat Kelahiran Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
Menyingkap Keperibadian hazrat Zainab (A.S)
Akhlak dan Ilmu Akhlak
AlQuran Bukan Produk Budaya
Mengenal Peristiwa Mubahalah
3 Tips Al-Qur’an agar Doa Cepat Terkabul
Filosofi Peringatan Acara Hari Ketiga, Ketujuh, Keempat Puluh dan Haul Kematian
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Isra Ayat 1-2
Tanya Jawab mengenai Syafaat dalam Al-Quran
Mengapa Abdul Mutthalib memberikan nama anaknya dengan nama Abdul Uzza?

 
user comment