Indonesian
Thursday 25th of April 2024
0
نفر 0

Biografi Sayidah Fatimah az Zahra Sa

Fatimah (Bahasa Arab:فاطمه) adalah putri Nabi Besar Islam dan Khadijah Kubra Sa. Ia adalah istri Imam Ali As dan salah seorang dari 5 Ashabul Kisa’. Ia pula merupakan salah seorang dari 14 Maksumin Syiah Istna Asyariah (Syiah 12 imam). Fatimah Sa, satu-satunya perempuan yang hadir bersama Rasulullah Saw pada hari Mubahalah di hadapan kaum Nasrani di k
Biografi Sayidah Fatimah az Zahra Sa

Fatimah (Bahasa Arab:فاطمه) adalah putri Nabi Besar Islam dan Khadijah Kubra Sa. Ia adalah istri Imam Ali As dan salah seorang dari 5 Ashabul Kisa’. Ia pula merupakan salah seorang dari 14 Maksumin Syiah Istna Asyariah (Syiah 12 imam). Fatimah Sa, satu-satunya perempuan yang hadir bersama Rasulullah Saw pada hari Mubahalah di hadapan kaum Nasrani di kota Najran.

Fatimah Sa semasa hidupnya tidak pernah memberikan baiatnya untuk Abu Bakar. Khutbah Fadak merupakan khutbah terkenal yang ia sampaikan saat peristiwa perampasan tanah Fadak, demi mempertahankan kekhalifahan Imam Ali As, Fatimah Sa lahir pada 20 Jumadi Tsani, 5 Tahun setelah Bi’tsah dan meninggal pada 3 Jumadil Tsani tahun 11 H di Madinah, tidak lama setelah wafat ayahandanya Rasulullah Saw. Ia dimakamkan di malam hari dan tidak ada seorang pun yang mengetahui tempatnya dimakamkan.
Keturunan, Panggilan dan Gelar

Ayah Fatimah Sa adalah Nabi Muhammad Saw, dan Ibundanya Khadijah Sa putri Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Kusai bin Kal’ab.  Fatimah Sa memiliki beberapa gelar: Zahra, Shiddiqah, Radiyah, Mardiyah, Mubarakah, Batul dan lain-lain, dari sekian gelarnya, gelar Zahra merupakan yang paling terkenal. Bahkan, gelar Zahra sering disebutkan bersama nama asli beliau (Fatimah Zahra Sa). Terkadang juga ditulis bersama sesuai penulisan bahasa Arab (Fatimatuzzahra Sa). Gelar Zahra memiliki arti bersinar, bercahaya, atau semua kata yang bersinonim dengan makna tersebut.

Fatimah Sa memiliki beberapa nama panggilan. Panggilan yang terkenal diantaranya adalah Ummu Abiha (Ibu ayahnya), Ummul Aimmah (Ibu para Imam), Ummul Hasan (Ibu Hasan), Ummul Husain (Ibu Husain) dan Ummul Muhsin (Ibu Muhsin).
Kelahiran dan Syahadah

Tempat kelahiran Fatimah Sa di kota Mekah, tepatnya di kediaman Rasulullah Saw. Namun terdapat perbedaan pendapat antara ulama Sunni dan Syiah mengenai tanggal kelahirannya. Ahlusunnahberpendapat bahwa kelahirannya terjadi pada tahun kelima sebelum bi’tsat (pengangkatan sebagai Rasul) Rasulullah Saw dan ketika tahun baru pembangunan kembali Ka’bah. Kulaini dalam kitabnya Ushul al-Kāfi menyatakan,. “Kelahiran Fatimah Sa 5 tahun setelah peristiwa Bi’sat.” Ya’kubi menulis, “ Umur Fatimah Sa ketika syahid adalah 23 tahun.”

Namun demikian bisa disimpulkan bahwa kelahirannya pada tahun bi’tsat Rasulullah Saw. Pendapat ini sesuai dengan perkataan Syaikh Thusi yang menulis bahwa umur Fatimah Sa ketika menikah dengan Imam Ali As (5 bulan setelah Hijrah) adalah 13 tahun.

Dalam kitab-kitab Syiah dan Ahlusunnah terdapat banyak periwayatan tentang asal mula nutfah Fatimah Sa. Diriwayatkan bahwa Nabi Saw, menjalankan perintah Allah untuk berpisah dengan istrinya Khadijah Sa dan beribadah sambil berpuasa selama 40 hari. Setelah itu Nabi Muhammad Saw mikraj dan memakan buah dari surga. Sekembalinya dari surga Rasulullah Saw menemui Khadijah Sa sehingga cahaya Fatimah Sa meliputi Khadijah Sa.

Sumber-sumber sejarah Syiah dan Sunni sepakat bahwa kesyahidan Fatimah terjadi pada tahun 11 H. Namun, terkait dengan bulan dan hari kesyahidannya terdapat perbedaan pendapat. Sebagian menyatakan bahwa wafatnya Fatimah Sa 24 hari setelah wafatnya Rasulullah Saw, sebagian ulama menyatakan bahwa wafatnya setelah 8 bulan wafat Nabi Muhammad Saw. Adapun pendapat yang masyhur di kalangan Syiah, ia wafat sekitar 3 bulan setelah Ayahandanya. Hal ini berdasarkan peristiwa wafatnya Rasulullah Saw pada 28 Shafar, tanggal ini bertepatan dengan 3 Jumadil Tsani.

Dengan memahami perbedaan sejarah periwayatan kelahiran Fatimah Sa, maka muncul pula perbedaan pendapat tentang jumlah usianya. Perbedaan ini berkisar antara 18 hingga 35 tahun. Jika tanggal lahirnya bulan Jumadil Tsani tahun kelima bi’tsat Rasulullah Saw dan kesyahidannya pada tanggal 11 H, maka jarak antara dua tanggal ini adalah 18 tahun. Hal ini didukung pula oleh 2 hadis muktabar yang diriwayatkan dari Imam Baqir As dan Imam Shadiq As
Masa Kecil Fatimah Sa

Fatimah Sa mendapat pendidikan ajaran mulia langsung di rumah ayahandanya Rasulullah Saw. Masa kecilnya bersamaan dengan masa awal mula penyebaran Islam dan kondisi sulit yang disebabkan oleh perlawanan kaum musyrik terhadap umat muslim, masa ini dikenal dengan masa ujian dan penyiksaan umat muslim oleh kaum kafir.

Pada kurun waktu ini, kondisi ekonomi dan sosial kabilah Abi Thalib begitu sulit. Sebagian dari anggota kabilah bahkan mengalami kehausan dan kelaparan. Kematian kerabat dekat Fatimah Sa juga banyak terjadi pada masa ini. Diantara mereka adalah ibu tercintanya Khadijah Sa dan paman Rasulullah Saw, Abu Thalib yang merupakan pelindung utamanya.

Dimasa inilah, Rasulullah memberikan julukan Ummu Abiha pada Fatimah Sa karena peran besarnya dalam menjaga dan melayani segala kebutuhan Rasullullah Saw. Hal ini membuktikan bahwa Fatimah Sa memiliki maqam dan peran penting disisi Rasulullah Saw.

Peristiwa penting lain dimasa ini adalah, peristiwa hijrahnya kaum muslimin dari Mekah ke Yastrib. Peristiwa ini diabadikan menjadi salah satu momen penting dalam sejarah umat Muslim. Sesampainya Nabi Saw di Madinah, keluarganya pun hijrah ke Madinah. Baluzari meriwayatkan bahwa Zaid bin Harits dan Abu Rafi’ adalah pengawal Fatimah Sa dan pendamping perjalanannya beserta Ummu Kultsum. Namun, Ibnu Hisyam menulis bahwa Abbas bin Abdul Muthalib juga salah satu pengawal Fatimah Sa

Dapat disimpulkan bahwa saat Hijrah, Fatimah bersamaan dengan Ummu Kultsum disertai dengan para pengawal yang membantu mereka selama perjalanan. Dikisahkan dalam sejarah bahwa pada kesempatan ini salah seorang musuh Nabi Muhammad Saw bernama Huwairist bin Nuqayyid yang selalu menghina Rasul Saw dengan kata-kata kotor mendekati kafilah Fatimah Sa dan ia meracuni unta-unta kafilah Fatimah Sa, akibat perbuatannya ini Fatimah Sa dan Ummu Kultsum terjatuh dari unta mereka. Ibnu Hisyam dan perawi sejarah yang lain tidak meriwayatkan tentang kisah terlukanya Fatimah Sa dalam peristiwa ini, namun belakangan diketahui bahwa Fatimah dan Ummi Kultsum mengalami luka dalam kejadian ini.

Berseberangan dengan sanad hadist diatas, Ya’qubi yang merupakan ahli sejarah terkenal menulis, “Fatimah Sa ditemani oleh Imam Ali As selama perjalanan ke Madinah.”para perawi Syiah meyakini kebenaran tulisan dari Ya’kubi tersebut.

Syaikh Thusi dalam kitab Amali-nya menyampaikan bahwa, “Aku (Nabi Saw) berhenti di wilayah Quba dan tidak memasuki kota Madinah hingga anak paman (Ali bin Abi Thalib As) dan putriku sampai di sini.” Sejalan dengan keterangan ini selain Fatimah Sa, ibunda Imam Ali As yakni Fatimah binti As’ad dan Fatimah putri Zabir bin Abdul Muthalib (atau Fatimah anak Zabir) ikut bersama Imam Ali As ketika perjalanan Hijrah tersebut.
Pernikahan

Fatimah Sa sebagai putri Rasulullah Saw banyak mendapat pinangan dari para pembesar dan sahabat-sahabat Nabi Saw, seperti Umar, Abu Bakar, Abdurrahman bin Auf dan lain-lain, namun pinangan mereka semua ditolak oleh Rasulullah Saw. Rasulullah Saw dalam menolak pinangan sahabat-sahabatnya itu berkata, “Fatimah Sa sudah remaja dan Ali As telah meminangnya padaku, dan aku menerima pinangan-nya”.

Rasulullah Saw berkata pada Fatimah Sa, ”Sesungguhnya kunikahkan engkau dengan seorang lelaki yang telah memeluk Islam pertama kali.”

Demikian juga ketika Sekelompok sahabatnya dari kaum Muhajirin mencoba meminang Fatimah Sa. Rasulullah Saw menjawab, ”Keputusan pernikahan putriku Fatimah Sa ada di tangan Allah Swt, sesungguhnya Aku menanti turunnya perintah dari Allah Swt.” Pernikahan Fatimah Sa dengan Imam Ali As dilaksanakan pada tahun 2 H di kota Madinah.

Mahar putri Rasulullah Saw ini sekitar 400 dirham. Imam Ali As menjual barang berharga miliknya untuk mendapatkan uang tersebut. Ada perbedaan pendapat para ahli sejarah tentang barang yang Imam Ali As jual untuk mahar tersebut. Sebagian ahli sejarah menulis bahwa Imam Ali menjual Zarih (baju Perangnya), sebagian menulis beliau menjual kemeja Yamani, kulit kambing atau unta. Apapun itu, yang dibawa kepada Nabi Saw senilai 400 dirham. Setelah Rasulullah Saw menerima uang tersebut, sebagian ia serahkan kepada Bilal dan berkata, ”Dengan uang ini belilah beberapa minyak wangi untuk putriku”, kemudian dari sisa uang itu Rasulullah memanggil Abu Bakar dan berkata, ”Belilah kebutuhan-kebutuhan (pernikahan) putriku Fatimah Sa dengan uang ini.”

Ammar Yasir dan beberapa sahabat Rasulullah Saw bersama Abu Bakar menyanggupi perintah itu dan mereka menyiapkan daftar kebutuhan untuk acara pernikahan Fatimah As, Syaikh Thusi menulis tentang daftar kebutuhan acara tersebut:

Baju kemeja seharga 7 dirham, 4 kain hias panjang seharga 4 dirham, peralatan mandi, kain lap hitam, ranjang tidur dari kayu pohon kurma, 1 buah Kasur yang terbuat dari serat pohon kurma, 1 Kasur lagi dari kulit domba yang sudah halus dan dipadatkan, 4 bantal dari kulit/kain Thaif (jenis kain penutup Ka’bah), tirai dari wol, satu dipan tenunan Hajar (daerah Bahrain) buatan tangan, Tembaga panggul, kulit berwarna hitam, mangkuk kayu, mangkuk untuk mendidihkan susu, bak air, guci (peralatan bersuci), plester dengan penjepit, teko air dan beberapa wadah penyimpanan air dari tanah.

Beberapa hari setelah acara pernikahan telah berlalu, perpisahan Fatimah As dari Rasulullah Saw merupakan hal sulit bagi Nabi SAW karena Fatimah Sa selalu hadir menemaninya. Hal ini mengingatkannya pada sosok Khadijah Sa Rasul Saw berkata tentang istrinya Khadijah Sa, ”Siapakah yang akan menggantikan dirimu Khadijah? Dirimu menguatkan dan mempercayai ucapanku di hari ketika orang-orang menertawai dan menghinaku, ketika semuanya mengabaikanku, dirimu telah berkorban membantuku dengan harta dan jiwamu di Jalan Allah Swt”.

Oleh karena itu, terbesit keinginan dalam diri Rasulullah Saw untuk meletakkan pasangan pengantin baru itu di rumahnya. Ia ingin selalu mengingat Khadijah Sa dengan melihat Fatimah Sa. Namun, Rasulullah Saw sadar bahwa Fatimah kini milik Imam Ali As dan ia harus tinggal di rumah Imam Ali As.

Rasulullah Saw kembali terpikir untuk menyiapkan tempat tinggal dekat rumah beliau, agar keduanya bisa merasa lebih nyaman, namun mungkin saja hal ini akan merepotkan penduduk Madinah untuk menyiapkan rumah mereka. Akhirnya ia berkeinginan menyuruh pasangan baru itu tinggal dirumahnya, tapi setelah kembali ia pikirkan, hal ini akan berdampak tidak baik karena di rumahnya sudah ada 2 perempuan lain yaitu Saudah dan Aisyah.

Salah seorang dari sahabat Rasulullah Saw bernama Harist bin Nu’man mendatanginya dan berkata, ”Rumah-rumahku semuanya berdekatan denganmu ya rasul, semua milikku adalah milikmu ya Rasul, demi Allah, aku sungguh mencintaimu, ambillah semua hartaku hingga tiada lagi yang tersisa untukku.” Rasulullah Saw menjawab, ”Sungguh Allah Swt memberimu pahal yang besar, mulai hari ini Fatimah Sa dan Imam Ali As akan pindah ke salah satu dari rumahmu.”
Membantu Ayah

Setelah perang Uhud, Fatimah Zahra Sa mendapat kabar bahwa ayahandanya terluka parah. Kepala dan wajah mulia Rasulullah Saw terkena lemparan batu sehingga janggutnya bersimbah darah. Fatimah Sa segera merawat ayahnya dengan kasih sayang, ia mengambil air hangat dan kain, kemudian membersihkan luka ayahnya tersebut,setelah lukanya bersih luka tersebut dijahit oleh Fatimah Sa untuk membuat darah berhenti keluar, ia membakar kulit samak lalu meletakkan arang kulit itu pada luka sang ayah. Setelah beberapa saat darahpun berhenti dari luka tersebut.

Dalam perang Uhud ini Hamzah As, paman Rasulullah Saw dan lebih dari 70 orang dari pasukan muslim syahid. Setelah peristiwa ini, Waqidi meriwayatkan bahwa, Fatimah Zahra Sa selang tiga atau empat hari selalu berziarah ke makam para Syuhada untuk mendoakan dan menangis di pusara mereka.
Putra-Putri Fatimah Zahra Sa

Putri Rasulullah Saw setelah pernikahannya dengan Imam Ali As dikaruniai beberapa putra dan putri. Dua putra beliau bernama Hasan As dan Husain As, dua putri beliau bernama Zainab Sa dan Ummu Kultsum Sa. Semua ahli sejarah dan ulama Syi’ah-Sunni sepakat akan adanya 4 anak-anak beliau ini. Imam Hasan As lahir pada pertengahan bulan Ramadhan tahun 3 H. Imam Husain As lahir pada bulan Sya’ban tahun 4 H.

Terdapat beberapa pendapat dari ulama Ahlusunnah dan Syiah yang menyatakan bahwa Rasulullah Saw memiliki seorang anak laki-laki lain bernama Muhassan. Mas’ab Zubairi penulis kitab Nasab Quraish yang wafat pada tahun 236 H menjelaskan bahwa nama Muhassan tidak terdapat pada keturunan Nabi Saw. Namun, Baladri (wafat tahun 279 Hijriah) menulis bahwa Fatimah Sa dan Imam Ali As memiliki 3 keturunan yaitu Hasan, Husein dan Muhassan. Muhassan meninggal ketika masih bayi.  Dia juga menulis Rasulullah SAW bertanya pada Fatimah Sa beberapa saat setelah kelahiran Muhassan, ”Engkau beri nama siapakah dia?” Fatimah Sa menjawab, “Kuberi nama ia Muhassan.”Ali bin Ahmad bin Sa’id Andalusi (384-456 H) penulis kitab Jumhuratul Ansab Al-Arabiyah meriwayatkan, ”Muhassan meninggal pada saat masih bayi”.

Syaikh Mufid mengenai putra-putri Imam Ali As memberi penjelasan sebagai berikut, “Hasan, Husain, Zainab Kubra dan Zainab Sugra yang panggilannya adalah Ummu Kultsum” menambahkan pada akhir bab, ”Sebagian Syiah menyatakan bahwa Fatimah Sa memiliki seorang anak laki-laki, yang meninggal ketika masih dalam kandungan, putra tersebut ia beri nama Muhsin”.  Thabari menulis, ”Dikatakan bahwa Imam Ali As memiliki putra lain bernama Muhassan yang meninggal saat ia masih kecil”. Dalam berbagai riwayat Syiah dan sebagian kitab Ahlusunnah disampaikan bahwa anak ini meninggal karena luka di hari yang penuh kesulitan setelah wafatnya Nabi Saw yang menimpa putri Rasulullah Saw.
Kesyahidan dan Wasiat

Kematian ayah, suami yang didzalimi, tidak diakuinya perkara yang haq, dan yang paling berat adalah berbagai kerusakan umat yang mucul tidak lama setelah wafatnya Rasulullah Saw beserta berbagai perubahan sunnah dan ajaran ayahnya, menyebabkan tubuh putri tercinta Rasulullah Saw ini menjadi lemah. Dalam sejarah disebutkan bahwa, sebelum kematian ayahandanya, ia tidak pernah mengalami sakit apapun, penyakitnya terjadi setelah terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut.

Adapun riwayat lain dari Abu Basit dari Imam Shadiq As bahwa sebab lain sakitnya sayyidah Zahra Sa dan gugurnya Muhsin dalam kandungannya bahkan hingga ia syahid adalah karena terkena benturan dari pedang milik Qanfadz (seorang budak) yang diberi perintah untuk mendobrak pintu rumah Fatimah Zahra Sa begitu juga dalam riwayat yang tertulis di kitab Syiah dan Ahlusunnah tentang peristiwa ancaman salah seorang Sahabat besar untuk membakar rumah Fatimah Sa serta perintah dibakarnya rumah.

Terdorongnya Fatimah Sa dan terhimpitnya ia diantara pintu ( baca Hilali Amiri, hlm. 153, 427; Amili, Jld. 2, hlm. 350-351.) dan dinding rumah serta ambruknya pintu rumah menimpa tubuhnya, terlukanya paha Fatimah Sa dan tertendangnya perutnya telah tertulis jelas dalam sejarah, menjadikan ia mereguk cawan Syahadah.


source : abna24
0
0% (نفر 0)
 
نظر شما در مورد این مطلب ؟
 
امتیاز شما به این مطلب ؟
اشتراک گذاری در شبکه های اجتماعی:

latest article

Siapa Husain bin Abi Thalib?
Sejarah Syiah: Sejak Zaman Rasulullah SAW sampai Abad 14 H
Hari Pernikahan Rasulullah saww dan Sayidah Khadijah as
ASYURA DAN REKAYASA SOSIAL
Wahabi Bukan Ahli Sunah dan Salafi
Sayidah Maksumah, Karimah Ahlul Bait
Fatimah az Zahra Wanita Surga Yang Tak Ada Duanya
Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
MENGENAL PRIBADI FATIMAH AZ ZAHRA
Imam Husein, Simbol Keberanian dan Pengorbanan

 
user comment