Indonesian
Friday 29th of March 2024
0
نفر 0

MUI dan Mutiara Hikmah dari Peziarah

Meniti puluhan anak tangga menuju puncak bukit Giri bukanlah pekerjaan sederhana bagi orang Indonesia di atas usia 50 tahunan. Apalagi tawaran yang sedikit memaksa dari para penjaja cindera mata di kedua sisi tangga semen ini mendorong mereka terus berjalan, enggan berhenti walau sejenak, untuk mensupplay
MUI dan Mutiara Hikmah dari Peziarah

Meniti puluhan anak tangga menuju puncak bukit Giri bukanlah pekerjaan sederhana bagi orang Indonesia di atas usia 50 tahunan. Apalagi tawaran yang sedikit memaksa dari para penjaja cindera mata di kedua sisi tangga semen ini mendorong mereka terus berjalan, enggan berhenti walau sejenak, untuk mensupplay kembali oksigen yang dibutuhkan tubuh.
 


Saya membayangkan, rombongan manusia-manusia paruh baya di depan saya ini bakal terengah-engah, berlomba memecah asam laktat otot menjadi asam piruvat, karena  menaiki anak tangga adalah pekerjaan anaerob. Otot tungkai akan terasa nyeri, atau nafas tersengal-sengal, bahkan membungkuk agar supplay oksigen cepat sampai memasuki jantung.Tetapi setibanya di puncak bukit, rombongan para peziarah yang datang dari luar kota gresik ini tidak sedikitpun nampak lelah. Helaan nafas panjang mereka menyatu dengan lafaz asma Allah, seolah bersyukur dapat menjadi tamu di tempat peristirahatan Maulana ?Ainul Yaqin, yang dikenal dengan nama Sunan Giri.
 


Satu persatu mereka memasuki kompleks pemakaman melalui gerbang gapura sempit sambil meniti tiga anak tangga pendek terakhir, nyaris tanpa suara bahkan terkesan menahan napas. Ucapan salam kepada ahli kubur seperti salam ketika hendak bertamu di rumah seseorang.
 


Imajinasi saya mulai mengembara, membayangkan tempat tinggal beliau di masa lampau, seorang alim bernama asli Joko Samudra, yang diberi gelar Raden Paku oleh gurunya Sunan Ampel. Adapun nama ?Ainul Yaqin diperoleh dari gurunya yang lain, kala beliau telah menjadi pribadi agung karena ketinggian ilmu dan amalnya. Kisah-kisah kekaromahan beliau lebih mendominasi imajinasi saya. Tentang kekaguman ibu angkat beliau, Nyai Gede Pinatih, seorang saudagar perempuan keturunan Tionghoa, yang menyadari bahwa anak angkatnya adalah seorang wali Allah.
 


KIsah bermula dari perginya Joko Samudra membawa barang dagangan ke Kalimantan. Beliau tidak menjualnya, melainkan membagikan kepada fakir miskin di sana. Akibatnya, perahu yang harusnya berisi aneka barang dagangan dari kalimantan, hanya diisi batu dan pasir agar tak oleng oleh gelombang. Hampir saja Nyai Gede Pinatih marah dan memerintahkan untuk membuang semuanya ke laut. Tapi serta merta batu dan pasir itu berubah menjadi barang berharga yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Gresik, seperti rotan, lilin, dan sebagainya.
 


Sejak saat itu, Nyai Gede Pinatih menjadi perempuan yg solehah dan mengorbankan harta bendanya demi Islam. Itu sebabnya, pesarean (makam) perempuan ini yang terletak di pusat kota Gresik juga tak luput dari para peziarah yang mengucapkan salam, membaca surah Yaasiin, bertawassul dan bertabarruk, sebagai ucapan terima kasih atas jasa beliau yang tidak sedikit, bagi keberlangsungan ajaran Islam di tanah Jawa.
 


Seperti yang dilakukan para peziarah di bukit Giri ini, saya memasuki ruangan pendopo melaui pintu pendek di ujung tangga  dengan setengah berbungkuk. Di dalam pendopo, makam sang Wali masih tidak dapat dijamah, dibatasi oleh dinding kayu berukir. Kami duduk bersimpuh, membaca surah dan do'a seperti adab yang diajarkan oleh Rasulullah Saw, bukan seperti prasangka kebanyakan muslim yang anti ziarah, yang khawatir dengan kemusyrikan dan menyebutnya sebagai bidah.
 


Meski suara rombongan peziarah yang mengeraskan bacaannya memecah konsentrasi saya, ucapan salam mereka sungguh menghargai kemuliaan sang ahli kubur dan leluhurnya sampai ke Rasulullah Saw. Lafaz tahlil, tahmid dan dan takbir bersahut-sahutan dari berbagai rombongan. Selesai membaca berbagai surah, lantunan doa mereka begitu bersahabat, mendoakan sesama Muslim, tidak sengaja saya menangkap satu kalimat doa keselamatan untuk keturunan Imam Hasan dan Imam Husein, Imam para penganut Syiah. Padahal mereka adalah warga NU yang Sunni.
 


Pengalaman itu membuat saya yang tadinya tidak terlalu suka dengan suara keras mereka, justru memasang kuping di tempat ziarah yang lainnya. Di Makam Maulana Malik Ibrahim, sepupu dari ayah Sunan Giri, juga di makam Sayyid Ali Murtadha (Raden Santri), saudara kandung ayah beliau, dan makam yang lainnya, tradisi tabaruk dan tawassul mereka sama persis dengan yang dilakukan oleh peziarah Syiah di Iran.
 


Di Makam Imam Ridha yang terletak di Mashhad, Iran, dan adik beliau, Sayidah Maksumah, Qom Iran, terdapat sumur yang airnya dapat diminum langsung oleh para peziarah, tidak berbeda dengan di Gresik. Hanya saja, pemerintah kota Gresik tidak menjamin higienitasnya, sehingga tidak semua peziarah berani meminumnya.
 


Di setiap makam yang saya ziarahi terdapat diagram silsilah keluarga para wali tersebut dengan nama-nama Islam mereka. Para sunan di tanah Jawa memang berada dalam kekerabatan yang dekat. Yang menarik adalah nama-nama Islam mereka sebagian sama dengan nama Imam Syiah seperti Jakfar Shadiq (Sunan Kudus), Zainal Abidin (putra Sunan Giri), dan lainnya.
 


Kedekatan tradisi ritual antara Sunni, terutama Jamaah NU dengan Syiah ini menjadi relevan di tengah maraknya fatwa-fatwa sesat terhadap Muslim Syiah, termasuk terhadap komunitas Syiah Sampang.Seorang pemimpin, apalagi pemimpin agama tentu harus mengetahui langsung tentang keyakinan suatu kaum, langsung dari mereka sendiri sebelum melabelinya sesat.
 


Pernyataan ketua MUI tentang kasus Sampang saat wawancara di Metro TV beberapa hari lalu sangat menggelikan. Kasus ini dianggap sebagai penolakan Islam Sunni sebagai mayoritas di Indonesia terhadap ajaran Syiah. Padahal ajaran yang dimaksud sudah dipraktekkan oleh warga NU, mayoritas Muslim Jawa Timur, sejak ratusan tahun yang lalu. Bahkan sampai detik ini telah mengakar dalam tradisi dan perilaku mereka. Jadi, sebenarnya fatwa MUI Jatim ini mewakili siapa? (IRIB Indonesia)


source : irib
0
0% (نفر 0)
 
نظر شما در مورد این مطلب ؟
 
امتیاز شما به این مطلب ؟
اشتراک گذاری در شبکه های اجتماعی:

latest article

Ini dia Alasan Mengapa Ali membaiat Para Khalifah?
kisah pernikahan Imam Ali as dan Sayidah Fatimah sa (bagian 1)
Ihwal Dialog Fathimah as dengan Malaikat
Apa alasan Nabi Muhammad Saw hijrah ke Madinah ?
Makna Lain dari Kata Al-Ishlah Dalam Al-Qur’an
Keutamaan Sayidah Zainab
Rahasia Puasa Menurut Ibnu ‘Arabi*
Makna “al-Qurba” pada ayat 23 surah Syura
Siapakah orang yang mengantarkan makanan kepada Nabi Muhammad Saw selama beliau berada di ...
Kisah Sayidatina Fatimah r.ha

 
user comment