Indonesian
Thursday 25th of April 2024
0
نفر 0

Catatan Perjalanan Guru Besar UIN Malang di Iran

Catatan Perjalanan Guru Besar UIN Malang di Iran

Selama kurang lebih 10 hari, yaitu dari tanggal 20 hingga 29 September 2014, saya diundang ke Iran untuk mengikuti kegiatan seminar, kunjungan ke beberapa pusat kajian, kediaman ulama`, dan juga perguruan tinggi. Undangan itu tidak hanya kepada saya sendirian, tetapi juga kepada enam orang lagi lainnya. Semua itu adalah Prof. Aflatun Muhtar, Rektor IAIN Palembang, Prof. Darwis Hud, Guru Besar PTIQ Jakarta, KH. Mudrik Qori`, pengasuh pesantren Ittifaqiyah Palembang, Prof. Mustain Arsyad, Guru Besar UIN Makassar, Dr. Daud Poliraja, Pengurus Dewan Masjid, dan Ikhsan Rambe, M.Si, Pimpinan Pemuda Muhammadiyah Medan.

Sejak di Jakarta, saya bertujuh berangkat bersama-sama. Memang, dari semua yang diundang itu, kecuali Prof. Aflatun Muhtar, saya belum mengenalnya. Baru tiba di Bandara Soekarno Hatta, kelima orang lainnya saya kenal. Kepergian saya ke Iran kali ini sudah yang ketiga kalinya. Oleh karena itu, saya sedikit banyak sudah bisa membayangkan keadaan negara yang pernah dipimpin oleh Ayatullah Imam Khumainy yang amat dikenal oleh masyarakat dunia tatkala memimpin revolusi dan ternyata berhasil beberapa puluh tahun yang lalu.

Begitu tiba di airport Internasional Imam Khumaidi di Iran, kesan saya sama dengan apa yang saya lihat bulan lalu di Sudan. Pada akhir bulan lalu, saya juga melakukan kunjungan ke Sudan dan ke Saudi Arabia. Kesamaan yang saya maksudkan itu adalah bahwa negera yang saya kunjungi ini telah mengalami kemajuan yang sedemikian cepat. Beberapa tahun yang lalu, ketika saya datang ke Iran, airport Internasional Imam Khumaini belum sebagus sekarang. Pintu keluar masuk Iran ini sudah dibangun kembali menjadi lebih besar dan juga lebih indah.

Seletah melakukan perjalanan selama kurang lebih 15 jam, termasuk transit beberapa waktu di Dubai, saya bersama 6 teman lainnya tiba di Teheran. Sebagaimana saya duga sebelumnya, rombongan dijemput oleh beberapa orang di airport. Dalam keadaan lelah, kami langsung dibawa dengan mobil, dilengkapi dengan polisi pengawal ke kota Qom, yang berjarak dari Airport kurang lebih 100 km. Pada malam itu, rombongan dijamu makan malam, dan selanjutnya dipersilahkan untuk istirahat.

Kesan saya, di sepanjang perjalanan dari Teheran ke kota Qum, keadaan Iran sudah sangat berbeda dari 10 tahun yang lalu, ketika saya berkunjung ke negeri ini. Pada kunjungan saya yang lalu, Bandara Internasional Imam Khumaini, masih terkesan sederhana dan bahkan bangunannya terkesan belum modern. Sangat berbeda dari dulu, bahwa sekarang kelihatan sudah sangat sesuai dengan tuntutan zaman. Dari luar, bandara internasional itu tampak berwibawa, keadaannya tidak jauh berbeda dari beberapa bandara internasional di negara-negara Timur Tengah.

Demikian juga, kondisi jalan dari Airport Teheran ke kota Qum sudah sangat baik. Sepanjang jalan itu, selain luas, kondisinya juga sangat baik. Bahkan, penerangan jalan antar kota sepanjang 100 km tidak ada yang putus. Dengan fasilitas jalan yang bagus seperti itu, perjalanan dari airport ke Qom ditempuh kurang dari satu jam. Pemandangan di Iran agak mirip dengan di Saudi Arabia. Di kanan kiri di sepanjang jalan tampak bukit-bukit. Bedanya, di Saudi kebanyakan berupa bebatuan, sementara di Iran berupa tanah berwarna kekuningan atau pasir.

Perubahan juga tampak di Kota Qum. Kota ilmu ini sudah kelihatan berubah jauh dibanding 10 tahun yang lalu. Tampak bangunan hotel dengan beberapa lantai sudah sedemikian banyak jumlahnya. Begitu pula, perkantoran dan berbagai bangunan untuk keperluan lainnya sudah semakin banyak, dan kelihatan baru. Jalan-jalan sudah dipadati oleh mobil, bahkan juga sudah macet. Keadaan kota Qom sudah sama dengan di kota-kota lain di berbagai belahan dunia. Rupanya sekarang, kemacetan sudah dirasakan oleh semua penduduk kota di mana saja.

Kesan saya dari kunjungan ke beberapa negara pada akhir-akhir ini, kota-kota sudah semakin berubah wajahnya. Penduduknya semakin padat, transportasi semakin modern, dan berbagai fasilitas umum semakin terpenuhi. Nmun, saya lihat ada yang khas di kota Qum, yaitu sejak saya datang pertama kali hingga sekarang ini, saya belum pernah menemui pengemis di pinggir jalan. Keadaan itu setelah saya tanyakan kepada mereka yang menjemput dari airport, saya mendapatkan jawaban bahwa, orang miskin dibantu oleh pemerintah dan ulamak dari hasil zakat atau khumus. Lewat kebijakan atau strategi itu, maka tidak sampai ada orang yang harus meminta-minta dipinggir jalan. Kehidupan orang yang berkekurangan dibantu dari dana sosial Islam, yakni zakat dan atau khumus.

Nuansa Keber-Islaman Di Kantor Pemerintah Iran

Selama berkunjung ke Iran, saya diagendakan bertemu dengan Menteri Riset dan Teknologi di kantornya. Namun oleh karena menterinya tidak ada di tempat, maka ditemui oleh Wakil Menteri dan para stafnya. Ada yang menarik dalam pertemuan di kantor itu. Diantaranya adalah nuansa ke-Islamannya. Pada saat itu terasa benar bahwa nilai-nilai Islam ingin ditunjukkan secara lebih nyata di kantor itu.

Nilai-nilai Islam yang saya maksudkan bukan saja misalnya tampak dari kebersihan yang selalu terjaga mulai bagian depan hingga kamar kecil, atau cara menerima tamu yang baik, tetapi juga sampai pada ada sesuatu yang dinyatakan secara jelas. Sebelum acara penyambutan tamu itu dimulai, setelah Wakil Menteri Riset dan Teknologi datang di tempat, maka ada salah seorang yang membaca beberapa ayat Al-Qur'an. Selain itu, sebagaimana tradisi di Iran pada umumnya, dilanjutkan dengan membaca shalawat atas nabi secara bersama-sama.
Bersama para mahasiswa di Iran

Bersama para mahasiswa di Iran

Sekedar membandingkan, di Indonesia, kegiatan di kantor pemerintah yang biasa dilengkapi dengan bacaan Al-Qur'an hanyalah dalam kegiatan serimonial, misalnya peringatan hari besar Islam, seperti isra' mi'raj, nuzulul Qur'an, dan sejenisnya. Acara-acara resmi lainnya, termasuk menerima tamu tidak akan dilakukan seperti itu. Di Iran, dalam setiap pertemuan, termasuk juga di kampus, sebelum acara resmi dimulai selalu dibacakan ayat-ayat Al-Qur'an dan shalawat atas nabi.

Wakil Menteri Riset dan Teknologi sebelum memulai untuk memberikan penjelasan tentang kebijakan yang terkait dengan pengembangan riset dan teknologi di Iran, juga menjelaskan tentang arti penting Al-Qur'an dibaca di berbagai tempat, termasuk di kantor-kantor pemerintah. Pembacaan Al-Qur'an bukan sebatas didengarkan oleh karena keindahan lagu dan sastranya, melainkan agar apa saja yang dipikirkan, dirasakan, dan dikerjakan di tempat itu untuk kepentingan bangsa Iran selalu diwarnai oleh petunjuk kitab suci.
Di Pusat pembuatan software Islam

Di Pusat pembuatan software Islam

Dengan maksud tersebut, maka ayat-ayat Al-Qur'an yang dibacakan ketika itu disesuaikan dengan pembicaraan yang akan dilakukan. Oleh karena di kantor itu berbicara tentang riset dan teknologi, maka beberapa ayat yang dibacakan dipilih yang ada relevansinya dengan pembicaraan itu. Selanjutnya, Wakil Menteri Riset dan Teknologi juga menjelaskan bahwa Al-Qur'an adalah bersifat universal. Atas dasar angggapan itu, maka kegiatan apa saja yang menyangkut kebaikan, diyakini pasti ada petunjuk dari ayat Al-Qur'an dimaksud.

Dalam kesempatan itu juga disampaikan bahwa, beberapa staf dan bahkan pejabat di kementerian riset dan teknologi Iran tidak sedikit yang hafal Al-Qur'an hingga sempurna. Mereka meyakini bahwa, dengan Al-Qur'an maka kebijakan dan arah yang dikembangkan di negerinya itu tidak akan mengalami kekeliruan. Keyakinan yang demikian itu rupanya sudah menjadi milik bersama bagi semua kalangan di Negara Republik Islam Iran ini. Itulah sebabnya, nuansa ke-Islaman menjadi terasa di mana-mana dan bukan sekedar dirasakan pada saat kegiatan ritual semata.
Shalat bersama dengan ulama-ulama di Iran

Shalat bersama dengan ulama-ulama di Iran

Pesantren Sunni di Tengah Masyarakat Syiah

Selama di Iran, selain mengunjungi Hauzah Ilmiah, madrasah, dan juga perguruan tinggi yang bermazhab Syiah, saya juga diundang untuk bersilaturrahmi ke pesantren pengikut mazhab Sunni. Memang dilihat dari mazhabnya, masyarakat Iran bertolak belakang dari masyarakat Islam di Indonesia. Mayoritas umat Islam di Iran adalah pengikut Syiah, namun ada juga sedikit yang mengikut mazhab Sunni. Sebaliknya di Indonesia, mayoritas mengikuti madzhab Sunni, tetapi juga ada, sekalipun jumlahnya tidak banyak, yang mengikuti mazhab Syiah.

Lembaga pendidikan Islam berupa pesantren pengikut Sunni yang saya kunjungi dimaksud adalah Darul Ulum lita'limil Qur'an wa Sunnah, berada di Khurasan, yaitu arah timur dari kota Teheran, berjarak kira-kira 900 km, sehingga dapat ditempuh selama satu jam dengan pesawat terbang dan masih harus ditambah perjalanan dengan mobil sekitar satu setengah jam lagi. Tempat di mana pesantren ini berada, lebih mengesankan sebagai wilayah pedesaan. Kesan saya, keadaan lembaga pendidikan Islam di Khurasan ini terasa mirip dengan kebanyakan pesantren di Indonesia.
Dialog bersama ulama Iran

Dialog bersama ulama Iran

Di di wilayah Khurasan, nama Imam Al Ghazali sangat dikenal. Untuk menuju daerah Thus, dimana ulama besar pengarang Kitab Ihya' Ulumuddin itu dilahirkan dan sekaligus juga tempat wafatnya, dari pesantren dimaksud tidak terlalu jauh. Menurut informasi yang disampaikan oleh pimpinan pesantren yang saya kunjungi, bahwa untuk sampai di makam Imam al Ghazali hanya memerlukan waktu beberapa menit saja. Namun oleh karena keterbatasan waktu, saya dan rombongan tidak mungkin berziarah di makam ulama besar yang sangat dihormati oleh umat Islam di Indonesia.

Di daerah Khurasan tidak semua umat Islam menjadi penganut Sunni. Sebagaimana umat Islam di Iran pada umumnya, adalah mengikuti mazhab Syiah. Namun demikian, hubungan di antara umat Islam yang berbeda mazhab tersebut terjalin dengan baik. Tatkala mendengar kabar bahwa pondok pesantren Darul Ulum li Ta'limin Qur'an wa Sunnah kedatangan tamu dari Indonesia, maka ulama Syiah juga diundang dan hadir ke tempat itu untuk bersama-sama menyambut dan memberi penghormatan.
Dialog

Dialog

Pengasuh pesantren pengikut mazhab Sunni, sebagai tuan rumah juga menjelaskan bahwa, perbedaan mazhab di wilayah Khurazan tidak menjadikan umat Islam berpecah belah. Sekalipun berbeda mazhab, di antara mereka berhasil menjalin kerukunan dan saling menghormati. Pimpinan pesantren ini memberikan contoh kerukunan itu, ialah misalnya di dalam memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad Saw. Menurut keyakinan mazhab Sunni, Nabi Muhammad lahir pada tanggal 12 Rabi'ul Awwal, sementara mazhab Syiah meyakini bahwa, kelahiran itu jatuh pada tanggal 17 pada bulan yang sama.

Perbedaan keyakinan tersebut tidak melahirkan masalah. Keduanya berhasil memahami dan juga menghormati. Ketika umat Islam bermazhab Sunni memperingati hari kelahiran Nabi Muhammam pada tanggal 12 Rabi'ul Awwal, maka pengikut mazhab Syiah diundang dan juga datang. Demikian pula sebaliknya, ketika pengikut Madzhab Syiah memperingati hari kelahiran Rasulullah itu pada tanggal 17 pada bulan yang sama, maka pengikut Madzhab Sunni juga diundang dan hadir. Masing-masing mengetahui atas perbedaan itu, namun tidak menjadikan di antara mereka saling membenci dan apalagi memusuhi.
Menerima cinderamata dari ulama Iran

Menerima cinderamata dari ulama Iran

Pesantren Darul Ulum li Taklimil Qur'an wa Sunnah yang ada di Khurasan tersebut dipimpin oleh seorang ulama yang tampak kharismatik dan dibantu oleh beberapa asatidz. Sama dengan di Indonesia, pesantren yang berjarak sekitar 900 km arah timur dari kota Teheran itu juga terdiri atas masjid, ruang belajar, dan tempat menginap para santri. Dari pesantren ini juga tampak gambaran kesederhaannya, kemandirian para santri, dan juga kitab kuning yang dipelajari setiap hari.

Hal yang agaknya mungkin saja berbeda dari pesantren di Indonesia, sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh pengasuh pesantren Darul Ulum li Ta'limil Qur'an wa Sunnah ini, adalah bahwa sehari-hari jenis dan kualitas makanan bagi semua warga pesantren, baik pengasuh, asatidz, dan santrinya adalah sama. Tidak terkecuali, jamuan makan yang diberikan kepada tamu, termasuk kepada saya dan rombongan, menurut penuturan pengasuhnya, tidak berbeda dari makanan para santri. Nilai kebersamaan selalu diwujudkan di pesantren ini.
Di perpustakaan Ayatullah Najafi

Di perpustakaan Ayatullah Marasyi Najafi

Pesantren bermazhab Sunni yang berada di tengah-tengah mayoritas bermazhab Syiah ternyata tidak merasa terganggu. Di antara mereka terbangun saling berkomunikasi dan bahkan juga saling membantu. Informasi tentang kedatangan tamu dari Indonesia juga diperoleh dari ulama Syiah yang mengundang. Kedatangan saya dan rombongan ke pesantren pengikut mazhab Sunni di Khurasan, dijemput oleh pengasuhnya sendiri ke Kota Masyhad, tempat saya menginap, dan juga mengajak serta Pimpinan Lembaga Takrib Bainal Madzahib yang bermazhab Syiah. Melalui contoh ini, adanya perbedaan mazhab, ternyata tidak menghalangi pelaksanaan ajaran Islam yang mengharuskan agar di antara sesama selalu bersatu dan saling mengasihi.

Shalat Jum'at di Mashad Bersama Ratusan Ribu Jama'ah

Setelah mengunjungi kota Qom yang dikenal sebagai kota ilmu, saya berlanjut berziarah ke kota Mashad. Kota itu berjarak kira-kira 800 km sebelah timur kota Teheran. Naik pesawat dari ibu kota Iran itu memerlukan waktu sekitar satu jam. Kota itu kiranya lebih tepat disebut sebagai kota wisata spiritual.
Silahturahim dengan Ayatullah Misbah Yazdi

Silahturahim dengan Ayatullah Misbah Yazdi

Di kota Mashad terdapat masjid yang bisa menampung ratusan ribu jama'ah. Pada setiap hari, tempat ibadah itu dikunjungi oleh puluhan ribu orang. Mereka berziarah ke makam Imam Ali Ridha yang berada di tengah-tengah masjid itu. Menurut keterangan para ulama setempat, Imam Ali Ridha dikenal sebagai keturunan Nabi Muhammad yang ke delapan. Makamnya sangat dihormati dan dimuliakan. Orang dari berbagai negara datang ke tempat itu untuk berziarah.

Kebetulan saja, saya berkunjung ke kota itu pada hari Jum'at. Oleh karena itu, memanfaatkan waktu untuk mengikuti shalat berjamaah yang dilaksanakan seminggu sekali itu. Ratusan ribu orang ikut shalat Jum'at di masjid itu, termasuk Gubernur dan Wakil Gubernur Mashad. Sesuai tradisi di Iran dalam satu kota hanya diselenggarakan satu tempat shalat Jum'at.

Rupanya, kedatangan saya dan rombongan dilaporkan ke pihak pengelola masjid yang sangat dimuliakan itu. Oleh karena itu, saya dipersilahkan untuk mengambil posisi tidak jauh dari tempat imam shalat. Pada saat itu, yang menjadi imam shalat adalah Ayatullah Allamal Huda. Beliau adalah ulama besar yang ada di provinsi Mashad.
Holy shrine Imam Ridha, foto: www.taghribnews.com

Holy shrine Imam Ridha, foto: www.taghribnews.com

Pelaksanaan shalat Jum'at sangat protokoler, oleh karena masjid itu dianggap tidak sebagaimana masjid pada umumnya. Masyarakat Iran menganggap tempat ibadah ini sebagai tempat suci. Sehari-hari dijaga oleh pegawai pemerintah. Siapapun yang masuk masjid ini, demi keamanan, digeledah oleh security yang bertugas. Demikian pula, pada saat pelaksanaan shalat Jum'at, keamanannya dijaga sedemikian ketat.

Saya merasakan, ulama Mashad sangat menghormati tamu. Mendapatkan laporan bahwa ada rombongan tamu dari Indonesia, khotib dalam khotbahnya juga mengucapkan selamat datang dan terima kasih atas keikut sertaannya di dalam shalat Jum'at di masjid yang dimuliakan itu. Bahkan, usai shalat Jum'at, saya dan rombongan diterima oleh Imam masjid, Ayatullah Allamal Huda bersama-sama gubernur dan wakil gubernur provinsi itu.

Bertempat di kantor masjid yang berukuran sangat besar itu, Ayatullah Allamal Huda kepada saya dan rombongan, yang semuanya berjumlah tujuh orang, menjelaskan tentang tiga hal yang dianggap penting bagi umat Islam pada saat ini. Pertama, bahwa umat Islam dari mazhab manapun seharusnya berusaha bersatu. Umat Islam akan unggul dan dihormati umat lainnya dengan syarat berhasil membangun persatuan itu. Dikatakan bahwa tugas itu berat, tetapi harus diusahakan.
Holy Shrine Imam Ridha. Foto: www.taghribnews.com

Holy Shrine Imam Ridha. Foto: www.taghribnews.com

Kedua, bangsa Iran menjadi semakin maju oleh karena memiliki satu pemimpin yang diikuti oleh para pemimpin lainnya. Diakui bahwa, ada saja sementara pemimpin di lapisan bawah yang melakukan kesalahan, tetapi tidak mampu mempengaruhi kepemimpinan puncak yang selalu menjadi panutan bersama. Ketiga, bahwa di Iran ada kecintaan rakyat terhadap tokoh sentral pemimpin puncak itu. Keberhasilan itu terjadi sejak berlangsungnya revolusi Iran yang dipimpin oleh Ayatullah Khomeini dan kemudian diteruskan oleh para pemimpin setelahnya.

Selain itu dijelaskan pula oleh Imam Masjid kota Mashad bahwa, bangsa Iran memiliki kekuatan untuk bersatu atas dasar nilai sejarah dan penghormatan terhadap ulamanya. Salah satu ulama atau disebut imam yang sangat dihormati, dicintai, dan dimuliakan itu adalah Imam Ali Ridha yang makamnya ada di tengah-tengah masjid ini. Pada setiap harinya, baik siang dan malam, makam dimaksud diziarahi oleh puluhan ribu orang, tidak saja rakyat Iran sendiri, melainkan juga orang-orang dari berbagai negara.

Beberapa kekuatan yang disebutkan itulah, menurut penjelasan Imam Sholat Jum'at di masjid dan juga disaksikan oleh Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Mashad, hingga menjadikan bangsa Iran pada akhir-akhir ini mengalami kemajuan di berbagai bidang, baik di bidang ilmu pengetahuan, ekonomi, politik, militer, dan lain-lain. Di akhir penjelasannya, Ayatullah Allamal Huda, seorang yang amat dihormati dan berwibawa itu, menyebutkan lagi tentang betapa pentingnya umat Islam di seluruh dunia bersatu. Tanpa persatuan, umat Islam akan diganggu dan dianggap rendah oleh umat lainnya. Wallahua'lam. (Prof. Dr. H. Imam Suprayogo/LiputanIslam.com)

*Prof. Dr. H. Imam Suprayogo, adalah mantan Rektor Universitas Islam Negeri Malang (2 periode), Guru Besar Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Malang. Catatan perjalanannya ini disalin dari Official Website Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.

 


source : www.abna.ir
0
0% (نفر 0)
 
نظر شما در مورد این مطلب ؟
 
امتیاز شما به این مطلب ؟
اشتراک گذاری در شبکه های اجتماعی:

latest article

Jangan Biarkan Terjadi, Islam dan Al-Qur’an Kelak Tinggal Nama
Pasang Bendera "Ya Hussein", 5 Warga Saudi Dipenjara 21 Tahun
Klaim Aksi Mendemo Ahok Didukung Erdogan, Dubes Turki Membantah
Belum Terima Trump Jadi Presiden, Demo Meluas di Amerika
Jakarta; Tuan Rumah Seminar “Moderasi dalam Al-Quran dan Sunnah”
Ahok Divonis 2 Tahun Tahanan, Presiden Jokowi Minta Semua Pihak Hormati Putusan Majelis ...
Musuh Ingin Sulut Perang Sektarian di Negara Ini
Peziarah Iran di Samara Menjadi Target Bom Kelompok Teroris
Ormas Ahlulbait Indonesia Gelar Aksi Dukung Kemerdekaan Palestina
300 Biskop Turki Putar Film Muhammad Rasulullah Saw

 
user comment