Indonesian
Friday 29th of March 2024
0
نفر 0

Kaitan antara Keadilan Ilahi dan Penderitaan Hewan

Kaitan antara Keadilan Ilahi dan Penderitaan Hewan

 

Ada anggapan bahwa sebagaimana hewan-hewan tidak memiliki kekuatan berfikir dan berargumen, maka dari itu kebanyakan dari rasa sakit dan penderitaan yang mungkin dialami oleh mereka. Anggapan ini tentu saja tidak sesuai kenyataan.

Namun demikian tidak berarti mereka sama sekali tidak memiliki rasa sakit dan penderitaan, pada batasan tertentu mereka juga merasakan kesakitan dan penderitaan, hewan-hewan yang dipelihara oleh manusia dan hewan-hewan liar, keduanya mengalami persoalan-persoalan dan penderitaan, karena itu untuk mereka juga telah diciptakan mahsyar (hari dikumpulkan dan hari perhitungan).

Kiamat hewan berbeda dan lain dari kiamat manusia, dan sama sekali bukan berarti bahwa hewan-hewan dimintai pertanyaan dan adanya surga neraka untuk mereka. Mahsyar ini telah dibuktikan menurut beberapa ayat dan riwayat.

 

Hewan-hewan adalah rangkaian besar dari fauna yang dapat dibagi menjadi beberapa jenis yang berbeda; perairan dan daratan (menurut habitatnya), burung dan binatang melata, jinak dan liar, dan lain sebagainya.

Berdasarkan pembagian ini dan perbedaan jenis, tidak dapat diberikan hukum universal untuk keadaan mereka dan dapat menjelaskan keadilan Tuhan. Karena itu, pembahasan ini dapat dibagi menjadi 3 pokok bagian penting:

Sejumlah hewan-hewan yang tidak dikenali manusia, dan mereka hidup sesuai dengan habitatnya, persoalan dan kesulitan yang besar juga dialami oleh mereka. Masalah ini juga kadang dialami oleh manusia, seperti kelaparan dan kehausan, tidak sesuainya lingkungan untuk kehidupan mereka dan seterusnya. Karena masalah-masalah ini juga terdapat pada manusia, jawaban yang mereka dapatkan juga dapat dijelaskan dalam persoalan ini (pada hewan).

[1]

Di samping beberapa persoalan ini, terdapat juga persoalan yang dikhususkan untuk mereka, kebanyakan dari mereka setiap harinya menyaksikan kematian dan terpaksa mereka harus melarikan diri dari para pemburu, mereka hidup dalam ketakutan dan mengikuti hukum rimba yang memberikan kesulitan, rasa sakit serta ketersiksaan untuk mereka.

Terdapat juga hewan-hewan yang berada di tangan manusia dan mereka menjadi jinak oleh manusia; dikonsumsi oleh manusia, beragam dan bermacam jenis hewan dimanfaatkan oleh mereka yang akhirnya dibunuh dan dijadikan santapan oleh manusia dan lain sebagainya.

Al-Quran juga telah mengisyaratkan atas dukungan dalam persoalan  seperti ini dan telah dijadikan hak untuk manusia, dimana al-Quran menyatakan:

ٱللهُ الَّذي جَعَلَ لَكُمُ الْأَنْعامَ لِتَرْكَبُوا مِنْها وَ مِنْها تَأْكُلُونَ

“Allah-lah yang menjadikan hewan ternak untukmu, sebagian untuk kamu kendarai dan sebagian lagi kamu makan.” (Qs. al-Mukmin [40]:79)

 

Jadi, harus kita lihat bagaimana kesemua ini dapat diyakini sesuai dengan keadilan Ilahi? Kita dapat menemukan jawaban dengan memperhatikan beberapa poin di bawah ini:

Poin dasar yang harus diperhatikan pada pembahasan ini adalah adanya sebagian persoalan-persoalan secara natural dan suatu keniscayaan dunia yang sejumlah menjadi pemenang dan yang lain menjadi korban dan terkadang dia sendiri jadi makanan (santapan) yang lain. Namun, yang mengherankan bahwa hewan-hewan dalam persoalan ini mereka sama sekali tidak ekstrem, mereka ketika sudah kenyang, tidak akan melakukan perburuan dan hal ini menciptakan keteraturan yang luarbiasa di antara mereka, hanya sebagian dari manusia-manusia yang dengan (memiliki) sifat ekstrem ini, yang menghancurkan mata rantai makanan. Namun, syariat Islam melarang eksploitasi semacam ini, dan untuk perjalanan yang diniatkan untuk berburu, maka mereka tidak boleh meng-qashar salatnya.

[2]

Hukum yang diberikan atas perjalanan-perjalanan (dengan niat) untuk menghabiskan waktu, menurut sebagian Marja Agung Taklid ini termasuk perjalanan haram.

[3]

Untuk jenis yang ketiga dari persoalan-persoalan para hewan, perlu diperhatikan bahwa manusia adalah makhluk terbaik, secara rasional (aql) dan literal (naql) dibandingkan dengan makhluk-makhluk yang lain. Jadi, hewan-hewan yang dimanfaatkan secara benar oleh manusia, mungkin itulah kesempurnaan yang mereka capai dan mungkin kesempurnaan adalah dengan memberikan manfaat kepada manusia. Tentu saja, manusia juga memiliki batasan-batasan dalam memanfaatkan hewan-hewan, jika manusia melampaui batas dari ketentuan nya, akan menyebabkan penderitaan dan kesulitan untuk hewan-hewan dan akan dihitung sebagai perbuatan dosa, hal yang kita saksikan mengenai perlakuan manusia terhadap sebagian hewan untuk bersenang-senang hewan-hewan dipertarungkan atau dalam sebuah perayaan matador

[4]

mereka menikmati penderitaan dan rasa sakit pada hewan-hewan dan seterusnya. Kesemua ini telah dilarang oleh Tuhan dan termasuk sebagai perbuatan dosa.

Pada hewan-hewan mereka tidak memiliki sesuatu yang dapat dijadikan sebagai (untuk) berfikir dan bertafakkur. Mereka meskipun memiliki indra seperti manusia dan naluri, sebagian dari persoalan-persoalan mereka (dapat) memahami, akan tetapi mereka kosong dalam berfikir. Oleh karena nya, kebanyakan dari persoalan-persoalan yang bagi kita adalah sebuah kesulitan, rasa sakit, dan tersiksa, bagi mereka hal itu tidak memiliki makna dan sia-sia. Pemahaman kebebasan yaitu dimaknai dengan tidak menjadi tahanan yang lain dan memiliki pilihan sendiri, untuk manusia (hal itu) memiliki arti akan tetapi untuk hewan-hewan sama sekali tidak memilki perasaan terhadap kebebasan, kecuali jika serta merta mereka alami dan  dia berkembang dengan hal itu. Hewan meskipun dimanfaatkan (oleh manusia) mereka tidak akan mendongkol dan tersiksa dan lain sebagianya dan perihal penyembelihan juga dikategorikan dalam persoalan di atas. Hewan-hewan meskipun secara naluri mereka lari dari kematian dan berusaha untuk membebaskan diri dari bahaya, namun, mereka sama sekali tidak melihat kematian seperti yang manusia pikirkan dan karena nya penyembelihan mereka untuk sebagian manusia lebih menyakitkan dari hewan yang disembelih (dijadikan sembelihan). Dalam riwayat-riwayat juga diisyaratkan tidak pahaman hewan-hewan seperti manusia: “Jika hewan-hewan memahami (arti) kematian seperti manusia memahaminya, maka mereka tidak akan pernah gemuk (menggemukkan diri).”

[5]

Dalam beberapa riwayat, beberapa persoalan dikatakan bahwa maksud hal tersebut adalah untuk meringankan tekanan pada hewan. Sebagai contoh salah satu tujuan syariat dalam penyembelihan adalah hewan tersebut mudah (tidak tersiksa) ketika disembelih. Begitupun menganggu dan menyiksa hewan-hewan sangat dicela bahkan sebagian dari riwayat-riwayat perlakuan buruk terhadap hewan dicela.[6] Begitu juga dimana Nabi Saw mengatakan memukul bagian depan (wajah) hewan adalah dilarang.[7]

Prinsip dasar hubungan antara keadilan ilahi dengan teorema hewan adalah dikumpulkannya hewan-hewan. Dari sini telah jelas bahwa penderitaan dan kesulitan yang dialami oleh hewan tidak sejauh yang kita pikirkan dan ketika melihat dengan kacamata hewan, kita menyaksikan kehidupan mereka penderitaan dan kesulitan lebih sedikit dari yang kita gambarkan, tapi bagaimanapun banyak penderitaan dan kesulitan yang mereka alami dilakukan oleh alam, manusia dan bahkan terkadang hewan-hewan lainnya. Untuk mengimbangi persoalan hewan-hewan adalah diciptakannya mahsyar untuk mereka, dengan mahsyar ini, keadilan ilahi dengan sendirinya akan nampak secara menyeluruh.

Ayat-ayat al-Quran adalah yang paling pertama dan utama dalam memberikan dalil adanya hari perhitungan (mahsyar) untuk hewan-hewan:

«وَما مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ وَلا طائِرٍ يَطيرُ بِجَناحَيْهِ إِلاَّ أُمَمٌ أَمْثالُكُمْ

 ما فَرَّطْنا فِي الْكِتابِ مِنْ شَيْ ءٍ ثُمَّ إِلى رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ»

“Dan tidak ada seekor binatangpun yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan semuanya merupakan umat-umat (juga) seperti kamu. Tidak ada sesuatu pun yang Kami luputkan di dalam Kitab, kemudian kepada Tuhan mereka dikumpulkan.” (Qs. al-An’am [6]:38)

Para mufassir, berpendapat bahwa ayat ini dalil atas adanya hari perhitungan untuk hewan-hewan[8]dan bahasan-bahasan yang panjang telah dikemukakan terkait dengan mahsyar ini dan batasan-batasan yang ada pada nya.

Terdapat juga ayat lain yang menjadi dalil terkait persoalan ini.

«وَ إِذَا الْوُحُوشُ حُشِرَتْ»

“Apabila binatang-binatang liar dikumpulkan.” (Qs. al-Takwir [811]:5)

Riwayat-riwayat juga memberikan pembenaran terhadap pemahaman tersebut; sebagai contoh, Abu Dzar menukilkan bahwa suatu hari kami bersama Nabi, dua kambing sedang terlibat pertarungan dan dengan kedua tanduknya mereka saling menghantam. Nabi berkata: “Tahukah kalian kedua binatang ini mengapa saling bertarung?” Kami menjawab: “Kami tidak tahu.” Nabi berkata: “Hanya Tuhan yang tahu dan nantinya di antara mereka akan diadili.”[9]

Para tokoh juga dalam menafsirkan mahsyar ini, mereka memiliki argumen-argumen serta poin-poin penting.[10]

Tentu saja, mahsyar yang kita bahas ini berbeda dengan mahsyar pada manusia, dia memiliki pembahasan-pembahasan khusus yang dalam kesempatan kali ini tidak dapat dijelaskan secara luas.[11] [iQuest]

 

[1] . Hikmah dari  kesulitan dan rintangan yang dihadapi anak-anak yang tak berdosa. Pertanyaan 8487, Kematian orang-orang Terdekat dan Keadilan Tuhan, Pertanyaan 4849.

[2]. Jika seseorang berburu dengan niat untuk bersenang-senang, maka ia harus mengerjakan dengan sempurna salatnya (tidak qasar). Imam Khomeini, Taudhih al-Masâil (al-Muhassyâ), jil. 1, hal. 698, Nasyr Islami, Qum, Cet. Ke-7, 1424 H.

[3] .Ibid.

[4]. Seperti yang dilakukan di Spanyol.

[5] . Muhammad Baqir Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 61, hal. 46, Muassasah al-Thab’ wa al-Nasyr, Beirut, Cet. I, 1410 H.

قال رسُولُ اللَّهِ(ص): «لَوْ تَعْلَمُ الْبَهَائِمُ مِنَ الْمَوْتِ مَا يَعْلَمُ ابْنُ آدَمَ مَا أَكَلْتُمْ سَمِيناً»

[6] .”Segala gangguan dan siksaan terhadap hewan adalah dilarang, seperti meletakkan barang berat dipunggung hewan dan memaksa hewan untuk berjalan cepat yang meyebabkan hewan tersebut tersiksa, serta memukul hewan secara berlebihan.” Syaikh Muhammad Taqi Ja'fari, Rasâ'il Fiqhi, hal. 118, Muassasah Mansyurat Karamat, Tehran, Cet. 1, 1419 H.

[7]. Syaikh Shaduq, Man Lâ Yahdhuruhu al-Faqih, Riset dan edit oleh Ali Akbar Ghaffari, jil. 4, hal. 9, Nasyr Islami, Qum, Cet. Ke-II, 1413 H.

[8].  Fadhl nin Hasan Thabarsi, Majma' al-Bayân fi Tafsir al-Qur'ân, Pendahuluan oleh Muhammad Jawad Balaghi, jil. 4, hal. 461, Nashir Khusruw, Tehran, Cet. Ke-3, 1372 S; Sayyid Muhammad Hussain Thabathaba'i, al-Mizân fi Tafsir al-Qur'ân, jil. 7, hal. 76, Nasyr Islami, Qum, Cet. Ke-5, 1417 H.

[9].  Majma' al-Bayân fî  Tafsir al-Qur'an, jil. 4, hal. 462.

[10]. Bihâr al-Anwâr, jil. 7, hal. 90.

[11]. Index: Mahsyar Hewan-hewan di Hari Kiamat, Pertanyaan 81.

 


source : Islam Quest
0
0% (نفر 0)
 
نظر شما در مورد این مطلب ؟
 
امتیاز شما به این مطلب ؟
اشتراک گذاری در شبکه های اجتماعی:

latest article

Perbedaan Mukjizat Nabi Muhammad Saw dengan Para Nabi yang Lain
SERI DIALOG MUSLIM DAN KOMUNIS [4]
HARI KEBANGKITAN(2)
Di Hari Kiamat, Manusia akan Datang Sendiri atau Berkelompok?
Tauhid Dalam Ibadah Menurut Pandangan Al-Qur'an
Kaitan antara Keadilan Ilahi dan Penderitaan Hewan
Ibadah Haji dan kunjungan Tuhan kepadanya
FITRAH; BUKTI KONKRET WUJUD TUHAN
Menilik Hikmah Adanya Kiamat
Tuhan Pencipta Ada di sekitar Kita

 
user comment