Indonesian
Friday 19th of April 2024
0
نفر 0

Muslim Syiah, Shalat Tiga Waktu Benarkah?

Imam Muslim telah meriwayatkan dalam shahihnya, Dari Ibnu Abbas ia berkata, "Nabi Saw menjamak shalat Dhuhur dan Ashar, menjamak Maghrib dan Isya, tidak dalam keadaan takut, dan tidak pula dalam keadaan safar." (Shahih Muslim jus I, bab Jamak antara Dua shalat dalam keadaan hadir, hadits no. 1146).

Ismail Amin

Muslim Syiah, Shalat Tiga Waktu Benarkah?

 

Ini satu lagi fitnah paling konyol. Katanya, Syiah itu shalatnya
hanya tiga waktu. Yaitu, Subuh, Dhuhur dan Ashar, Maghrib dan Isya. Dhuhur dan
Ashar dikerjakan bersamaan disatu waktu, begitu juga Maghrib dan Isya. Padahal
tetap lima waktu juga.

 

Rinciannya begini. Subuh dikerjakan waktu subuh. Dhuhur waktu
dhuhur, Ashar waktu ashar, maghrib waktu maghrib dan isya waktu isya. Dhuhur
dikerjakan sebelum asar, maghrib sebelum isya. Tidak bisa waktu ashar
dikerjakan di waktu dhuhur begitupun sebaliknya. Jadi waktu shalat dhuhur tetap
beda dengan waktu shalat ashar, tidak satu waktu. Dan tidak dikerjakan
bersamaan (bagaimana ya niat shalat bersamaan itu?)

 

Jadi isu tiga waktu itu dari mana?

 

Dari kesalahpahaman, dan kurang mengerti mengenai hukum Islam.

 

Tapi saya lihat, teman saya yang Syiah memang shalatnya digabung
dhuhur dan ashar kok. Begitu selesai shalat duhur terus berdiri lagi untuk
shalat ashar.

 

Iya, bukan berarti dhuhur dan ashar itu jadi satu waktu. Yang
dikerjakannya itu namanya menjamak shalat.

 

Begini penjelasan sederhananya.

 

Islam itu agama yang mudah. Agama ini datang untuk mempermudah
urusan-urusan manusia. Mendukung manusia mengejar dan menikmati dunianya, namun
juga meminta agar manusia tidak lalai dengan persiapan bekal untuk kehidupan
akhiratnya. Begini Allah SWT berfirman, "Allah menghendaki kemudahan bagi
kalian, dan Dia tidak menghendaki kesulitan bagi kalian." (Qs. Al-Baqarah:
185).

 

Di bagian lain, "Dan Dia (Allah) tidak menjadikan untukmu
dalam agama suatu kesulitan." (Qs. Al Hajj: 78). Allah SWT telah
menyempurnakan agama Islam, menjadikannya anugerah paling indah untuk
hamba-hambaNya yang beriman, dengan aturan yang simple, mudah, praktis dan
fleksibel. Islam adalah agama paripurna yang telah dipersiapkan sejak zaman
Nabi Saw untuk menjawab tuntutan zaman sampai hari kiamat.

 

Allah membebani manusia dengan kewajiban-kewajiban plus disertai
dengan rukhsah(keringanan)
untuk memudahkan manusia melakukannya. Nabi Saw bersabda,
"Sesungguhnya Allah suka memberikan keringanan-keringananNya, sebagaimana Dia
senang memberikan keharusan-keharusanNya." Allah memerintahkan sesuatu
dilengkapi dengan kaidah, "Allah tidak membebani seseorang kecuali dalam
batas kesanggupannya." (Qs. Al-Baqarah: 286). Artinya, amalan apapun yang
diperintahkan Allah kita pasti bisa mengerjakannya, jika menghadapi kondisi
dimana kita berat melakukannya, maka Allah memberikan keringananNya.

 

Jikapun Tuhan sampai tega membuangmu kedalam jurang, sebelum
sampai ke dasar, ia sudah memberimu sayap.

 

Kaidah itu yang harus kita pegang.

 

Contohnya begini:

 

Allah mewajibkan puasa di bulan Ramadhan. Namun ketika kita
kesulitan melakukannya dengan baik, apa karena sedang sakit atau sedang
melakukan perjalanan. Maka Allah memberikan keringanannya. Kerjakan di hari
lain,diluar Ramadhan yang kita sanggup melakukannya. Kita tidak bisa shalat
sambil berdiri, bisa dikerjakan sambil duduk. Tidak bisa juga dibolehkan sambil
baring. Begitu seterusnya, sampai ketika benar-benar tidak bisa lagi shalat, maka
dishalati. Yang sedang buru-buru dan tergesa-gesa, baik karena perjalanan atau
karena kondisi perang, maka shalat 4 rakaat bisa dikorting dan cukup dikerjakan
dengan dua rakaat saja. Intinya, keharusan Allah itu harus dikerjakan. Tidak
sampai ditinggalkan. Selagi mampu mengerjakannya.

 

Nah begitupun dengan shalat. Shalat amalan paling utama dalam
Islam. Yang paling tampak membedakan muslim dan non muslim adalah shalatnya.
Shalat telah ditetapkan rukun-rukunnya. Telah ditentukan waktu-waktunya. Mengerjakan
shalat diluar waktunya, terhitung dosa. Bahkan bisa mencelakakan pelakunya.
"Celakalah mereka yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dalam
shalatnya." (Qs. Al-Maun: 4-5). Ulama tafsir menafsirkan diantara maksud
lalai dalam shalatnya adalah mengerjakan shalat diluar waktunya. Misalnya
shalat subuh mendekati dhuhur, atau shalat ashar setelah maghrib dan
seterusnya. Nah, yang tetap mengerjakan shalatnya hanya karena diluar waktunya
tetap kecelakaan baginya, bagaimana dengan yang meninggalkan shalat sama sekali?.

Karena itu, Islam bijak dalam hal ini. Untuk tidak sampai
meninggalkan shalat, ataupun shalat diluar waktu, maka Islam memberi beberapa
keringanan. Diantaraya adalah menjamak shalat.

 

Menjamak shalat selama ini kita ketahui hanya untuk mereka yang
memiliki uzur diantaranya karena sakit, dalam perjalanan (musafir), dalam
kondisi takut ataupun Karena hujan (bagi yang rutin shalat berjama'ah di masjid
dan masjidnya lumayan jauh). Nah ada satu kondisi lagi yang kebanyakan
kita jarang mengetahuinya. Yaitu, menjamak shalat tanpa uzur. Benarkah?.

 

Imam Muslim telah meriwayatkan dalam shahihnya, Dari Ibnu Abbas
ia berkata, "Nabi Saw menjamak shalat Dhuhur dan Ashar, menjamak Maghrib
dan Isya, tidak dalam keadaan takut, dan tidak pula dalam keadaan safar."
(Shahih Muslim jus I, bab Jamak antara Dua shalat dalam keadaan hadir, hadits
no. 1146).

 

Pada hadits nomor selanjutnya, riwayat dengan teks yang hampir
sama dengan tambahan, "Abu Zubair berkata, saya bertanya kepada Sa'id,
kenapa Nabi melakukan demikian?. Ia menjawab, "Akupun pernah bertanya
demikian kepada Ibnu Abbas, dan beliau menjawab, Nabi menghendaki agar tidak
ada seorangpun dari ummatnya yang terbebani." (hadits no. 1147).

 

Teman-teman, betapa banyak dari kita melalaikan shalat karena
merasa terbebani. Polisi, dokter, dosen, tukang bengkel, bankir, peneliti di
laboratorium, mahasiswa, tukang sampah, pedagang, penjaga pom bensin, tukang
becak, nelayan, sopir dan seterusnya yang akhirnya meninggalkan shalat karena
kesulitan dalam mengatur waktunya. Terutama bagi muslim yang tinggal
dinegri-negeri non muslim yang tidak memperhatikan waktu-waktu shalat dalam
penentuan jadwal-jadwal kantor, rapat, sekolah dan seterusnya. Dokter yang
harus mengobati pasien dari jam 11 sampai jam 16, akhirnya merasa terlalaikan
dari waktu shalat dhuhur dan kemudian meninggalkannya sama sekali. Begitupun
dengan sopir, polisi, yang lagi sibuk rapat dan pertemuan-pertemuan penting.
Padahal agama ini memberikan keringanannya. Yaitu dengan menjamak shalat, hatta
sedang tidak memiliki halangan sekalipun, kalau kau suka kerjakanlah dengan
cara demikian. Meskipun ulama menyatakan tetap lebih utama mengerjakan pada
waktunya masing-masing sebagaimana yang telah ditetapkan.

 

Nah, namun mengapa Syiah sering melakukannya? Bahkan melakukan
itu tiap hari? Setiap shalat pasti dijamak?. Jawabannya. Pertama, Allah suka
pada hambaNya yang memanfaatkan dispensasi yang diberikanNya. Itu
artinya, menghargai keringanan dan kemudahan yang diberikan. Kedua, kita hidup
di era yang memang menjebak kita untuk memanfaatkan keringanan itu. Mahasiswa
yang punya kelas dari jam 2 siang sampai jam 5 sore. Dia bisa shalat dhuhur di
masjid, kemudian melanjutkannya langsung dengan shalat ashar. Sehingga ketika
di kelas, tidak disibukkan lagi dengan pikiran waktu shalat ashar yang hampir
habis, atau ingin shalat ashar awal waktu. Seorang karyawan kantorpun demikian.
Dan seterusnya.

 

Ada undangan kenduri ataupun rapat yang dimulai dari jam 5
sore sampai jam 7 malam, dan baru bisa kembali di rumah jam 8 malam. Bisa
mengerjakan shalat jam 8 malam itu, maghrib dan dilanjutkan dengan shalat isya.
Mungkin ada yang mengatakan, bukankah ini mengentengkan shalat? Bukankah itu
lebih mengutamakan kehidupan duniawi?

 

Jawabannya adalah, inilah yang diajarkan Nabi bagi umatnya,
bahwa jangan sampai shalat itu dilalaikan dan ditinggalkan sama sekali. Shalat
bukanlah kendala dan beban ditengah kesibukan aktivitas sehari-hari. Karenanya,
Islam memberi kelonggaran dan keringanan dalam pelaksanannya. Yang disebut
mengentengkan shalat adalah yang mengerjakan diluar waktu atau bahkan
meninggalkannya sama sekali. Yang diperiksa pertama kali di hari penghisaban
adalah amalan shalat, kalau itu rusak, amalan kebaikan apapun yang lain tidak
masuk hitungan.

 

Bagaimana di Iran?. Di Iran masjid2 mengerjakan shalat dhuhur
dan ashar dengan cara dijamak secara berjama'ah. Demikian pula untuk maghrib
dan isya. Akan sangat menyulitkan bagi warga muslim Iran jika dikerjakan
terpisah sebagaimana di Indonesia. Sebab di Iran jika musim panas seperti
sekarang, panasnya berkisaran 40-50 derajat celcius. Dan kalau musim dingin, ya
suhunya bisa dibawah nol, syukur-syukur kalau tidak turun salju. Jadi sebuah
keringanan bagi yang gemar mengerjakan shalat di masjid. Bayangkan, kalau
shalat dhuhur jam 1 siang. Terus ke masjid lagi beberapa jam kemudian untuk
shalat ashar sementara suhunya panasnya bukan main. Begitu juga untuk
maghrib dan isya. Dimusim panas, waktu malamnya menjadi lebih pendek.

 

Tapi bukankah di negara2 Arab, Mesir, Saudi, Qatar dst meskipun
dalam keadaan panas, tetap memisahkan shalat dhuhur dan ashar?.

 

Sekali lagi jawabannya, kalau ada kemudahan yang diberikan,
mengapa mempersulit diri. Intinya shalat demikian sah, absah dan pernah
dicontohkan Nabi. Laa dharara wa laa dharira,
tidak boleh mencelakakan diri sendiri dan tidak memboleh mencelakakan orang
lain, begitu sabda Nabi yang diriwayatkan Imam Ahmad dan Ibnu Majah dari Ibnu
Abbas ra.

 

Ibnu Abbas ra, berkata, Nabi pernah menjamak shalatnya, karena
menginginkan agar shalat tidak menjadi beban pada ummatnya kelak. (catat kata2
ini: UMMATNYA KELAK)

 

Riwayat-riwayat tentang bolehnya menjamak shalat tanpa uzur
(halangan) dari shahih muslim, juga ada di shahih bukhari. Semua mazhab
membenarkannya, bukan hanya syiah. Karenanya sebagai sunnipun, absah
melakukannya tanpa perlu beban teologis apa-apa. Lucu kan, kalau keringanan
dari Allah dan sunah Nabi yang bersemangat mengamalkannya justru kelompok yang
dituding sesat?.

 

Kita adalah ummat Nabi, yang Nabi kehendaki jangan sampai
seorangpun merasa terbebani. Jika leluasa mengerjakan secara terpisah maka
kerjakanlah, namun jika terbebani dengan itu, maka jamaklah. Tidak
terbebanipun, tetap boleh melakukannya. Intinya, jangan sampai meninggalkan
shalat dan melalaikan waktunya.

Begitu... Wallahu ‘alam Bishshawwab

 

Ket. Tambahan:

Jadi kita bisa rincikan sbb:

 

-Waktu shalat subuh, dari azan subuh sampai terbitnya matahari

-Waktu shalat dhuhur dari azan dhuhur sampai sebelum
shalat ashar

-Waktu shalat ashar dari setelah shalat dhuhur sampai menjelang
maghrib

-Waktu shalat maghrib dari azan maghrib sampai sebelum shalat
isya

-Waktu shalat isya setelah shalat maghrib sampai pertengahan
malam

Jamak ada dua, jamak taqdim (mengerjakan di awal waktu) dan
jamak takhir (dikerjakan di akhir waktu)

 

Tidak bisa menjamak semua shalat dalam satu waktu. Yang bisa
dijamak hanya dhuhur dengan ashar, dan maghrib dengan isya.

 


source : www.abna.ir
0
0% (نفر 0)
 
نظر شما در مورد این مطلب ؟
 
امتیاز شما به این مطلب ؟
اشتراک گذاری در شبکه های اجتماعی:

latest article

Merajut Dialog dengan Asy'ariah dan Mu'tazilah
Hukum-hukum Puasa Musafir
Muslim Syiah, Shalat Tiga Waktu Benarkah?
Khumus dalam Madrasah Ahlul Bayt
Rahasia Salat
Hukum Melihat Gambar-gambar Porno di Internet
Mengapa Syaikh Kulaini Ra tidak memperlihatkan kitab al-Kâfi itu kepada Imam Zaman Ajf?
Ilmu dan Pemahaman Agama
PESONA KEBURUKAN
Fiqih Itu Indah

 
user comment