Indonesian
Friday 29th of March 2024
0
نفر 0

Imam Musa Kadzim, Puncak Kesabaran dan Perjuangan

Imam Musa Kadzim, Puncak Kesabaran dan Perjuangan

 

Di zaman Imam Musa Kadzim, masyarakat dari berbagai penjuru berdatangan untuk bertemu dengan beliau. Seorang bernama Zaid datang dari tempat yang jauh  untuk bertemu Imam Kadzim di kota Madinah. Ia mendengar Imam sering mendatangi dan beribadah di Masjid Nabawi. Zaid bergegas menuju masjid dengan mengenali tanda-tanda Imam Kadzim yang ia dengar dari orang lain. Ketika itu Imam Musa sedang shalat di dekat makam Rasulullah Saw. Disekitarnya orang-orang berkumpul mengitari Imam.

 

Tapi tiba-tiba sejumlah tentara Khalifah Harun memasuki mesjid untuk menangkap Imam Musa dan memindahkannya ke penjara Baghdad. Serempak masyarakat di sekitar Imam menghalangi maksud pasukan Harun tersebut. Tapi dengan arogan dan represif, pasukan Harun membubarkan massa dan secara paksa membawa Imam Kadzim. Kejadian itu sulit diterima oleh para pecinta Ahlul Bait. Zaid berteriak, "Mengapa kalian berbuat zalim terhadap Ahlul Bait Rasulullah Saw. Saya datang dari jauh untuk bertemu dengan Imam Musa Kadzim." Ketika itu, pandangan penuh kasih sayang Imam Kadzim tertuju ke arah Zaid. Zaid berkata, "Sayang sekali saya hanya beberapa menit bertemu dengan Imam dan mengambil berkah dari beliau."

 

Warga Madinah terutama para pencinta Ahlul Bait merasa kehilangan atas kepergian Imam Musa Kadzim yang berpindah ke Baghdad dan mendekam di penjara Harun. Imam menjalani penderitaan dalam tahanan dengan penuh kesabaran. Rezim Abbasiyah memenjarakan Imam Musa Kadzim hingga syahid supaya pengaruh spiritual beliau tidak menyebar di tengah masyarakat.

 

Di era Harun Rasyid, Imam Musa as hidup selama tiga dekade dari usianya. Ketika itu rezim Abbasiyah melancarkan tekanan keras terhadap siapa pun yang membantu Imam as dan Ahlulbait Nabi Saw. Intimidasi dan represi yang sama juga dihadapi mereka yang berani berdiri sebagai oposan Harun Rasyid. Ketika itu, pemenjaraan dan pembunuhan sudah menjadi cara biasa yang ditempuh rezim lalim.

 

Imam Musa dalam menjalankan kepemimpinan Ilahi bergerak sesuai dengan metode Rasulullah Saw dan Ahlul Baitnya, demi menjaga autentisitas risalah Tuhan dari kehancuran dan interpolasi kepentingan politik golongan. Di sisi lain, Imam pun tak lupa menegaskan urgensi dan signifikansi prinsip amar makruf dan nahi mungkar di hadapan penguasa lalim dan sewenang-wenang. Madrasah Imam Musa as sebagai kelanjutan madrasah Imam Shadiq, terus berperan dalam mengembangkan tradisi intelektual.

 

Imam Musa Kadzim juga membina para ulama dan murid-murid yang telah menorehkan prestasinya meninggikan peradaban Islam di antara peradaban-peradaban lainnya. Bahkan, peradaban-peradaban cemerlang lainnya banyak berutang kepada para sarjana terkemuka dan mujtahid yang lahir dari madrasah Imam Shadiq, yang dilanjutkan Imam Musa. Aktivitas pendidikan Imam Musa terbukti mampu menjaga dan mewariskan metode berpikir yang lurus kepada kelompok orang-orang yang saleh dan mencintai kebenaran.

 

Penataan terus dilakukan demi masa depan umat Islam. Para perintis dari madrasah Ahlulbait ini tak tinggal diam dalam menjaga dan mengembangkan warisan pencerahan Rasulullah saw pada masa yang penuh dengan fitnah dan kecemasan. Terbukti madrasah-madrasah dan aktivitas-aktivitas keilmuan keturunan suci Nabi saw ini melampaui pencapaian sekolah-sekolah mana pun pada masa itu hingga sekarang.

 

Imam Musa Kadzim selama hidupnya senantiasa menjadi penerang dan pembimbing masyarakat menuju kesempurnaan. Imam Musa hidup di bawah bimbingan langsung sang ayah, Imam Ja'far Shadiq selama dua dekade dari usianya yang penuh keberkahan. Dia menikmati keluasan ilmu sang ayah dikenal di kalangan umat Islam sebagai gurunya para guru; tempat bertanya manusia; pendiri madrasah; dan pelita penerang bagi dunia keilmuan Islam. Sang ayah, Imam Shadiq mengalami kekejaman penguasa lalim. Pada 25 Syawal 148 H, Manshur, ikut andil dalam kejadian terbunuhnya Imam Shadiq. Imamah dan kepemimpinan Ilahi pun berganti kepada Imam Musa Kadzim.

 

Terbunuhnya Imam Shadiq membuat situasi dan kondisi yang menimpa Ahlulbait Nabi menjadi teramat sulit, termasuk semakin terancamnya hidup Imam Musa. Jauh-jauh hari, sang ayah, Imam Shadiq, telah berpesan kepadanya untuk menjaga dan melanjutkan gerakan risalah Ilahi. Meskipun keadaan politik kian mengancam, pohon kehidupan dan kenabian harus tetap tegak di bumi Tuhan. Udara kebebasan dan ruh kebenaran harus tetap bisa dihirup dan dinikmati umat manusia.

 

Keteguhan, ketakwaan, dan kesabaran Imam Musa al-Kadzim as dalam merespon intimidasi dan represi rezim Abbasiah telah menjadi gerbang bagi masyarakat untuk mengidentifikasi, mana cahaya dan kegelapan; mana emas dan mana loyang. Pada tanggal 17 Dzulqa'dah 179 H, Imam Musa diasingkan dari Madinah ke Irak atas perintah Harun al-Rashid, Khalifah Abbasiah. Beliau tiba di Irak pada tanggal 7 Dzulhijjah dan langsung dijebloskan ke dalam penjara oleh penguasa lalim ketika itu.

 

Imam Musa Kadzim mendekam dalam penjara di era kekuasaan Isa bin Ja'far penguasa Basrah hingga beberapa waktu. Namun, kemudian Isa bin Ja'far menulis surat kepada Harun al-Rashid yang isinya meminta agar Imam dipindahkan ke penjara yang dikelola gubernur lain. Isa bin Ja'far beralasan bahwa setelah memeriksa Imam Kadzim as, ia tidak menemukan bukti yang memberatkannya agar dipenjara.

 

Membaca surat Isa bin Ja'far, Harun al-Rashid kemudian memerintahkan agar Imam Kadzim as dipindahkan ke Baghdad dan meminta kepada menterinya, Fadhl bin Rabi' agar membunuh Imam Musa Kadzim as, namun permintaan ini ditolak oleh Fadhl bin Rabi'. Imam tidak diperkenankan untuk terus membimbing dan menjaga risalah Rasulullah hingga beliau syahid pada 25 Rajab 184 H akibat racun yang direkayasa oleh pihak-pihak yang menjalin kolusi dengan penguasa imperium Abbasiah. Sindi bin Syahik membunuh Imam Musa Kadzim as atas perintah Yahra bin Khalid Barmaki, seorang menteri yang diperintah oleh Harun al-Rashid.

 

Salam sejahtera untukmu, wahai Imam Musa bin Ja'far, pada saat hari engkau dilahirkan; pada hari engkau berjihad di jalan Allah Swt; dan pada hari engkau syahid; dan pada hari ketika engkau akan dibangkitkan.

 

Rekan setia, kami segenap kru radio Melayu suara Republik Islam Iran mengucapkan belasungkawa yang terdalam atas syahidnya Imam Musa Kadzim. Di penghujung acara ini, mengambil berkah dari manusia mulia ini kita dengarkan bersama petuah mulia Imam Kadzim yang disampaikan kepada salah seorang sahabatnya.

 

Imam Musa al-Kadzim berkata, "Wahai Hisyam, sesungguhnya Lukman pernah

berkata kepada anaknya, wahai anakku, merendahlah di hadapan

kebenaran agar engkau menjadi orang yang paling berakal. Sesungguhnya

dunia ini ibarat lautan yang dalam dan sudah banyak yang tenggelam

karenanya. Oleh karena itu jadikanlah takwa sebagai bahteranya, iman

sebagai isinya, tawakkal sebagai bahan bakarnya, akal sebagai

kemudinya dan ilmu sebagai petunjuknya, sedangkan pengemudinya

adalah kesabaran".(IRIBIndonesia)


source : indonesian.irib.ir
0
0% (نفر 0)
 
نظر شما در مورد این مطلب ؟
 
امتیاز شما به این مطلب ؟
اشتراک گذاری در شبکه های اجتماعی:

latest article


 
user comment