Indonesian
Friday 19th of April 2024
0
نفر 0

Dialog dan Toleransi dalam Perspektif Al-Quran

 

Salah satu asas kesepahaman dan toleransi antarumat beragama dan mazhab dalam sebuah masyarakat beradab yang harus dibangun adalah tradisi dialog produktif dan kondusif. Bahkan dalam agama termasuk Islam juga memperhatikan pentingnya ruang dialog ini. Islam sendiri menginginkan nabinya menyampaikan dan menyuarakan agama lewat metode dialog dan logika. Dialog menempati posisi yang sangat signifikan dalam Al-Quran. Bahkan istilah ‘dialog’ (berikut padanannya) menduduki posisi utama dalam kitab suci

.

Kitab suci Al-Quran menghendaki Nabinya menyampaikan dan menyuarakan Islam lewat argumentasi, hikmah, dialog, dan debat dalam cara terbaik, entah kepada kaum Muslim sendiri maupun kepada kaum diluar pemeluk Islam. Ini sesuai dengan firman-Nya:

 

“Serulah (manusia) pada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik”. (QS. Al-Nahl [16]: 125).

 

Atau pada firman-Nya yang lain; “Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik”. (QS. al-Ankabut [29]: 46).

 

Penggalan kedua ayat diatas mengungkapkan strategi dakwah agama Islam yang dilandasi argumentasi, dalil, dan debat terbaik; sekaligus teguran pada Rasulullah Saw agar tidak melampaui batas-batas etika perdebatan dengan Ahli Kitab. Bahkan kalangan ahli tafsir menjelaskan bahwa debat terbaik (jidal ahsan) merupakan dialog peradaban atau debat dalam semangat persaudaraan, kelembutan, jauh dari ucapan kotor dan cacimaki. Bahkan ayat di atas merupakan salah satu dalil kebebasan memilih agama menurut pandangan Islam. Tidak ada paksaan dalam agama.

 

Apa tujuan utama Islam membuka ruang dialog antaragama seperti ini? Tidak lain adalah untuk memperlihatkan dan membuktikan kebenaran Islam itu sendiri, sehingga pengikut agama lain, berdasarkan intuisi dan pengetahuan, dapat melangkah ke jalan yang lurus dan benar. Namun, pada saat yang sama, selain tidak mendukung pandangan populer “Semuanya atau tidak sama sekali”, Al-Quran tetap percaya bahwa ruang dialog itu tetap terbuka sekalipun tidak meninggalkan hasil yang diinginkan, yakni pelaku dialog tetap berpegang teguh kepada ajaran agamanya masing-masing.

 

Dialog antaragama bisa terus berlanjut dalam rangka mencapai hasil-hasil yang dinginkan dan hal ini sebagaimana kandungan ayat di atas yang menginginkan Rasulullah Saw agar, dalam dialognya dengan Ahli Kitab, menjelaskan hubungan ketuhanan antara Muslim dan Ahli Kitab dalam konsep ketuhanan dan keimanan pada kitab-kitab samawi. Dan darinya diharapkan lahir embrio kesalingpahaman dan toleransi antarpenganut agama samawi.

 

Sebagaimana dalam Alquran. Dan katakanlah, “Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri.” (QS. al-Ankabut [29]: 46).

 

Dalam ayat lain, selain mengajak Ahli Kitab pada konsep ketuhanan yang sama, Islam juga mengingatkan mereka agar tidak menodai esensi ajaran samawi yakni meng-Esakan-Nya.

 

Katakanlah, “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun.” (QS. Al Imran [3]: 64).

 

Ayat di atas menuntut Ahli Kitab berada di bawah satu naungan ajaran langit berupa konsep ketuhanan serta mempertahankan koeksistensinya dengan kaum Muslim.

 

Betapa indah konsep dialog antar umat beragama yang digagas oleh Alquran ini. Namun sayangnya sebagian orang tidak cukup cerdas untuk membedakan antara Islam dan mazhab horor yang mengaku Islam yang belakangan memakai nama Ahlussunnah sebagai strategi cerdiknya. Bahkan sebagian mereka menganggap dialog radikalisme sebagai pertanda menjulangnya relejiusitas dan keteguhan beragama. Satu mazhab horor yang sangat getol dengan truth claim sembari menganggap kelompok lain sebagai sesat dan menyesatkan. [MK]


source : www.hpiiran.com
0
0% (نفر 0)
 
نظر شما در مورد این مطلب ؟
 
امتیاز شما به این مطلب ؟
اشتراک گذاری در شبکه های اجتماعی:

latest article

Tempat Kelahiran Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
Menyingkap Keperibadian hazrat Zainab (A.S)
Akhlak dan Ilmu Akhlak
AlQuran Bukan Produk Budaya
Mengenal Peristiwa Mubahalah
3 Tips Al-Qur’an agar Doa Cepat Terkabul
Filosofi Peringatan Acara Hari Ketiga, Ketujuh, Keempat Puluh dan Haul Kematian
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Isra Ayat 1-2
Tanya Jawab mengenai Syafaat dalam Al-Quran
Mengapa Abdul Mutthalib memberikan nama anaknya dengan nama Abdul Uzza?

 
user comment