Indonesian
Tuesday 16th of April 2024
0
نفر 0

Asma Illahi Dalam Perspektif ‘Irfan

Asma Illahi Dalam Perspektif ‘Irfan

Nama-nama Allah (selanjutnya ditulis Asma Ilahi) adalah salah satu fondasi yang sangat penting dalam ‘irfan teori (‘irfan nazhari). Kedudukannya dalam doktrin-doktrin irfan menjadi simpul bagi doktrin wahdatul wujud, aktifitas al-Haq, dan makhluk-makhluk-Nya serta tajalli-Nya.  Dalam epistemologi ‘irfan, puncak visi yang tertinggi adalah menyaksikan asma-asma Ilahi. Asma Ilahi juga menjadi fondasi bagi etika atau filsafat etika Islam. Tanpa memahami dan mengerti posisi asma Ilahi, maka filsafat etika Islam akan kehilangan status ontologi, epistemologi dan axiologinya.

Menurut Mulla Sadra, setiap ilmu yang tidak didasarkan pada asma Ilahi maka ilmu itu akan menjadi hijab (veil). Tujuan diturunkan al-Quran juga salah satunya dan yang paling utama adalah mengenal asma Ilahi dan asma Ilahi yang hampir disebut di setiap ujung ayat al-Quran merupakan kata kunci untuk memahami ayat tersebut. Tulisan ini ingin mengantarkan untuk lebih dekat tentang asma Ilahi lewat dua tokoh filsuf dan ‘irfan, yaitu Qaysari dan Mulla Sadra.

Menurut Qaysari,  Al-Haq Yang Maha Suci sesuai dengan syu’unat (konfigurasi) dan tajalli-tajalli (manifestasi) dalam martabat-martabat Ilahi  dan selaras dengan kulla yawmin huwa fi sya’nin, (setiap hari Ia selalu ada dalam urusan)  memiliki sifat-sifat dan nama-nama yang selaras dengan urusan (syu’unat) dan martabat-Nya.

Ghulam Ali dalam komentarnya mengatakan bahwa  yawm atau hari-hari al-Haq menggambarkan tajalli-tajalli atau zuhur (disclosure/penampakan) yang menjadi keniscayaaan kesempurnaan-kesempurnaan dan segala perbuatan dari Zat. Setiap tajalli al-Haq itu mengandung hukm (properti) yang disebut dengan sya’nun. Dan untuk hukm itu juga mengandung atsar (efek) ontologis yang selaras dengan tajalli tersebut.  Atau juga ayat itu mengandung makna bahwa al-Haq memiliki martabat-martabat yang tidak mengubah-Nya. Ia mengalami perubahan via tajalli-tajalli-Nya, tapi tidak dalam Zat-Nya.  Ketika Tuhan memanifestasi kepada hamba-Nya, Tuhan disebut melakukan tajalli, sedang sang hamba disebut hal. Dalam tajalli itu yang mendominasi adalah salah nama dari nama-nama-Nya.

Sementara Mulla Sadra memiliki pandangan yang sama bahwa al-Haq itu juga melakukan tajalli dan memiliki syu’un. Hanya menambahkan secara azali dan abadi.  syu’un dan tajalli-Nya selalu baru (mutajadidatun) dan  simultan (muta’aqibatun).

Mulla Sadra membedakan antara Zat, Sifat dan Asma.  Zat yaitu hakikat sesuatu (huwiyat syay) dan modus ontologsi (nahwu wujud khas).  Zat memiliki sifat-sifat sempurna yang esensial atau aksidental dan dari sifat yang kemudin diderivasi (musytaq) asma. Asma itu, fondasi (mabda)-nya berasal dari sifat-sifat.

Adapun perbedaan antara sifat dan asma dalam konstruksi akal (fi i’tibari aqli) seperti berbedanya antara komposisi (murakab) dan yang non-komposisi (basith) di luar; konsep Zat al-Haq inheren dalam konsep asma, dan tidak inheren dalam konsep sifat.

Qaysari menjelaskan bahwa asma itu adalah  Zat (Tuhan) plus sifat-sifat tertentu serta dengan mengasumsikan tajalli-Nya.  Ar-Rahman itu adalah Zat yang memiliki rahmat. Qahhar adalah Zat yang memiliki qahr (amarah) dan seterusnya.

Lewat prinsip ashalat wujud, Mulla Sadra mengelaborasi rangkaian wujud, gradasi wujud, wajibul wujud dan kemudian menjelaskan bahwa wajibul wujud dikarunia oleh  segala  kesempurnaan yang tidak menjauhkan dari ketunggalan-Nya.

Dalam doktrin ‘irfan secara umum, asma-asma itu adalah merupakan ta’ayun (aktualisasi) Ilahi. Menurut Amin Zadeh, ta’ayun awal, yaitu  tajalli ‘ilmi Tuhan; al-Haq mengetahui diri-Nya secara mutlak dan secara integral  yang menghimpuan seluruh kesempurnaan secara ijmak; yang tidak terdistingsi antara satu dan yang lain.  Dalam ta’ayun kedua, Al-Haq  mengetahui diri-Nya yang tak terbatas  dan menyaksikan atau menyadari seluruh kesempurnaan diri-Nya secara terperinci (tafshil). Ilmu Tuhan tentang dirinya itu dalam bahasa modern sering diganti dengan kesadaran (consiousness).

Amin Zadeh mengutip Jami yang mengatakan dalam Asy’at al-Lama’at mengatakan:  Ia  (Zat al-Haq) memiliki martabat-martabat menurun (maratib tanazul), baik dalam level ilmu (ta’ayun haq) atau level ontologis (ta’ayun khalqi). Lantaran penurunan itulah, al-Haq dapat dijangkau oleh syuhud dan kasf.

Al-Haq selalu hadir dalam setiap momen. Kehadiran Tuhan ada dimana-mana. Al-Haq hadir dimana-mana dan menyapa siapapun dan apapun. Tidak ada yang lepas dari perhatian dan ilmu-Nya. Tajalli-Nya yang tidak pernah berulang dan selalu baru mengindikasikan nama-nama zahir dan batin. Yang batin menjadi zahir dan yang zahir menjadi batin.

Yang ada di luar seluruhnya  ada di bawah dominasi asma az-Zahir dari aspek realitas eksternalnya dan al-Haq dari aspek kehadiran ekternal-Nya adalah Yang Zahir itu sendiri  sebagaimana dari aspek ketersembunyian-Nya adalah yang Batin itu sendiri.

Asma-asma Ilahi itu sangat komplek dan memiliki kategori-kategori yang bervariasi dan sangat luas. Misalnya Asma Af’al  ada yang tidak pernah terhenti hukumnya, efeknya tidak pernah putus, azali dan abadi, seperti asma  yang mendominasi  ruh-ruh suci dan jiwa-jiwa malakutiyah dan ada juga yang tidak azali tapi abadi seperti asma yang mendominasi akhirat. Akhirat adalah tajalli dari asma al-Akhir.

Ada juga induk (ummahat) asma,  yaitu empat nama, a-awwal, al-akhir, azzahir dan al-batin  yang dihimpun dalam nama Allah dan ar-Rahman.  Ada juga asma yagn disebut mafatih al-Gayb  yang hanya diketahui oleh Al-Haq saja, aqtab dan al-kummal. Dan asma itu juga diklasifikasikan juga menjadi asma zat, asma sifat dan asma af’al.  Salah satu indikasi akurat signifikasninya asma Ilahi adalah anjuran-anjuran munajat dan berdoa agar selalu menyertakan asma-asma Ilahi.  Allah mengatakan, ‘Katakanlah berdoalah dengan nama Allah atau nama ar-Rahman dengan dengan nama apapun itu adalah asma-asma-Nya yang terindah.’

0
0% (نفر 0)
 
نظر شما در مورد این مطلب ؟
 
امتیاز شما به این مطلب ؟
اشتراک گذاری در شبکه های اجتماعی:

latest article

PARA PENCARI ARTI
Taqiyah dalam Mazhab Maliki
Sunni, Syiah, atau Wahabi: Apa Bedanya?
filsafat penciptaan setan
LOGIKA HADIS 72 BIDADARI
Apa saja tingkatan yakin dan apa tolak ukurnya bagi seorang manusia.
Apakah dayyân itu merupakan sifat Jamaliyah Allah Swt atau sifat Jalaliyah?
Apa yang menjadi sebab Rasulullah Saw mati diracun?
Apa perbedaan antara idgham bighunnah dan idgham bilaghunnah dalam ilmu Tajwid?
Naa Lho.. Hadis Palsu dan Lemah dalam Shahih Bukhari

 
user comment