Indonesian
Thursday 25th of April 2024
0
نفر 0

Soal Pilpres 2019, Ini Pesan Haedar Nashir Kepada Masyarakat

“Perbedaan pilihan politik juga menjadi hak warga Muhammadiyah. Tetapi jangan saling menyalahkan, menghujat, dan menyudutkan pihak yang berbeda,” ungkap Haedar seperti dilansir detik.com Jakarta, pada Jumat (24/8).

Menurut Kantor Berita ABNA, Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir ikut menanggapi persoalan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 mendatang. Ia berpesan kepada masyarakat khususnya warga Muhammadiyah agar bersikap arif dalam menghadapi perbedaan politik. Menurutnya, jangan sampai hanya karena beda pilihan, kita menjadi terpecah. Jangan sampai persaudaraan menjadi rusak.

“Perbedaan pilihan politik juga menjadi hak warga Muhammadiyah. Tetapi jangan saling menyalahkan, menghujat, dan menyudutkan pihak yang berbeda,” ungkap Haedar seperti dilansir detik.com Jakarta, pada Jumat (24/8).

Haedar mengingatkan, jangan sampai ada pihak yang menggunakan isu SARA untuk menyerang lawan politik. Apalagi memakai dalih agama untuk pembenaran. “Lebih-lebih dengan menggunakan dalih agama dan atas nama Muhammadiyah,” ucapnya.

Berikut pesan lengkap Haedar untuk warga Muhammadiyah:

WARGA MUHAMMADIYAH AGAR ARIF HADAPI POLITIK

Pemilu 2019 baik untuk Pilpres maupun Pileg akan melibatkan proses politik yang berkompetisi secara terbuka. Waktunya cukup panjang sampai hari pemilihan, sekitar delapan bulan ke depan. Setiap calon maupun pendukungnya akan berusaha memenangkan kompetisi politik lima tahunan itu laksana pertandingan olahraga. Sebagaimana layaknya kompetisi, setiap pihak akan kerja keras mencari dan memperoleh dukungan sebesar-besarnya dari rakyat yang akan memilih. Organisasi dan kelompok-kelompok sosial yang memiliki relasi dengan masyarakat, lebih-lebih yang memiliki akar dan jaringan yang luas seperti Muhammadiyah, tentu akan menjadi ladang pendulangan dukungan massa.

Politik dalam praktiknya akan melibatkan sikap dukung mendukung maupun sebaliknya tolak-menolak, baik yang terbuka maupun tertutup. Pro dan kontra sikap politik juga akan menjadi pemandangan lazim dalam kompetisi politik lima tahunan itu. Politik selalu berkaitan dengan siapa mendapatkan apa, kapan, dan bagaimana caranya meraih kepentingan. Semua proses politik kalau tidak terkelola dengan baik akan berlangsung keras dan mutlak-mutlakan.

Bagi Muhammadiyah tentu kompetisi politik itu juga tidak terhindarkan karena gerakan Islam ini menjadi bagian dari komponen bangsa sekaligus hidup menyatu dengan masyarakat. Warga Muhammadiyah akan menjadi lahan bagi kepentingan politik manapun dan itu alamiah dalam proses politik bagi organisasi bermassa besar seperti ini. Sikap politik warga Muhammadiyah pun beragam, satu sama lain memiliki dukungannya sendiri. Akan ada juga yang aktif menjadi relawan maupun tim pemenangan.

Hal yang perlu dipedomani seluruh anggota Persyarikatan, termasuk kader dan pimpinannya, bagaimana memosisikan dan memainkan proses politik itu termasuk dalam berpartisipasi selaku warga masyarakat yang memiliki hak pilih dilakukan secara cerdas, dewasa, bertanggung jawab, dan beretika tinggi. Selain harus sejalan dengan koridor demokrasi, namun tidak kalah pentingnya niscaya sejalan dengan kepribadian dan khittah Muhammadiyah. Jangan sampai warga, elite, dan pimpinan Muhammadiyah yang terlibat dalam kompetisi politik tersebut maupun dalam dukung-mendukung dilakukan secara serampangan.

Perbedaan pilihan politik juga menjadi hak warga Muhammadiyah. Tetapi jangan saling menyalahkan, menghujat, dan menyudutkan pihak yang berbeda. Lebih-lebih dengan menggunakan dalih agama dan atas nama Muhammadiyah. Hindari saling menghakimi dengan hilang adab dan etika. Jauhi sikap saling tuduh dan tuding yang negatif, lebih-lebih dengan menggunakan dalil agama yang menghukum dan mencerca. Jangan memproduksi ujaran-ujaran dan tulisan-tulisan yang saling menyerang dan menghujat pimpinan persyarikatan. Jaga marwah dan posisi organisasi dengan sebaik-baiknya.

Ingatlah kontestasi politik lima tahunan itu hal yang rutin dan normal, jangan dibawa menjadi serba gawat darurat. Delapan bulan ke depan waktu masih panjang untuk mengikuti proses Pemilu 2019 itu, jangan menjadi ajang pertarungan politik yang keras dan merusakkan bangunan persyarikatan, keumatan, dan kebangsaan. Kalau ada yang keras dan berlebihan, diingatkan secara baik, bermodal semangat berwasiat dengan baik dan sabar. Jauhi sikap merasa paling benar dalam berpolitik.

Semua pihak terutama di tubuh Persyarikatan harus dapat menahan diri dengan ikhlas, cerdas, dan bijaksana. Pupuk ukhuwah dan kebersamaan. Tidak perlu satu sama lain mengklaim paling membela kepentingan Islam dan umat Islam dengan menegasikan sesama muslim lebih-lebih sesama warga Persyarikatan. Dalam konteks kebangsaan pun perbedaan politik jangan meruntuhkan kebersamaan dan keutuhan selaku bangsa Indonesia. Sangatlah rugi jika karena politik Muhammadiyah, umat Islam, umat beragama, dan bangsa menjadi terpecah-belah dan saling bermusuhan.

0
0% (نفر 0)
 
نظر شما در مورد این مطلب ؟
 
امتیاز شما به این مطلب ؟
اشتراک گذاری در شبکه های اجتماعی:

latest article

Di Balik Syahadah Ali: Persahabatan Tak Membuktikan Kesetiaan
Dosa-dosa Besar dan Dosa-dosa Kecil (6)
Apakah seluruh ayat al-Qur’an memiliki sya’n al-nuzûl atau tidak? Bagaimana ...
Khianat
Hizbullah lah yang Menjaga Lebanon dari Ronrongan Israel
Mazhab Syiah dalam Sorotan
Ribuan Warga Syiah Nigeria di Abuja Tuntut Pembebasan Syaikh Zakzaky
Wahabi dan Ahlusunnah
Iran, Syiah dan Fitnah-fitnah Murahan Itu
Konsep insan kamil menurut Islam

 
user comment