Indonesian
Friday 29th of March 2024
0
نفر 0

Argumen Bolehnya Mengucapkan Selamat Natal

Tiap akhir tahun selalu saja umat Islam berpolemik, antara apakah mengucapkan selamat Natal kepada saudaranya Kristiani yang merayakannya atau tidak. Karena Natal, umat Islam terbagi atas dua kubu, yang membolehkan dan yang mengharamkan, setahu saya tidak ada pihak yang sampai pada tingkat mewajibkan, yaitu berdosa kalau tidak mengucapkannya. Hakikatnya hukumnya mubah saja, yang mau melakukannya, silahkan, yang enggan juga tidak masalah. Yang jadi masalah, kalau kemudian mengharamkannya.  Sebab tidak ada dalil dari Al-Qur’an maupun Sunnah yang secara tegas dan eksplisit menyebutkan ucapan selamat natal itu dilarang. Alasan mereka hanya kekhawatiran, dengan ucapan tersebut, umat Islam menjadi kabur aqidahnya dan terkikis imannya. Padahal sama sekali tidak berkaitan. 

Tidak tepat kemudian kalau dalih pengharamannya, dengan meminta apa dalil perintahnya. Sebab mengucapkan selamat Natal, hanyalah bagian dari muamalah, yang masuk dalam kategori ibadah ghairu mahdah, bukan ibadah mahdah yang dituntut dalil perintahnya. Yang dicari dalam hal ini, adalah mana dalil pelarangannya sehingga tidak boleh. Yang tidak membolehkan, berdalih bahwa mengucapkan selamat Natal itu merusak iman, tasyabbuh [menyerupai orang kafir] dan berarti meyakini apa yang diyakini Kristiani pada hari Natal, yaitu lahirnya Yesus Kristus, putera Allah. Sehingga dalil yang kemudian dicomot dari Al-Qur’an dan Hadits adalah larangan melakukan hal-hal yang merusak iman, larangan untuk tasyabbuh dan larangan untuk membenarkan keyakinan Kristiani. Sementara sekedar mengucapkan selamat Natal, tidak dalam rangka membenarkan iman Kristiani apalagi meniru-niru upacara seremonial dan kesemarakan mereka. Sehingga dalil yang digunakan bukan pada tempatnya. Dalil itu larangan untuk mengikuti upacara ritual keagamaan mereka, larangan untuk mengenakan simbol-simbol khas non muslim dan larangan membenarkan keyakinan mereka, sementara sekedar mengucapkan selamat Natal tidak dalam konteks itu.

Syaikh Yusuf Qardawi menyebutkan bahwa sekedar  mengucapkan selamat Natal bukan saja tidak dilarang bahkan disukai, sebab Allah Swt menyukai mereka yang bersikap adil. Beliaupun menukil surah An-Nisa' ayat 86 "Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa)." Menurutnya, umat Kristiani membiasakan mengucapkan selamat pada hari-hari raya Islam, maka sudah sepatutnya untuk memberikan balasan serupa, dengan syarat tidak sampai mengikuti acara ritual keagamaan mereka, dan menghindari ucapan selamat yang mengandung pembenaran akan keyakinan mereka. DR. Ali Jum’ah, ulama Mufti Mesir menambahkan, bahwa ucapan selamat Natal masuk dalam kategori baik dan melunakkan hati. Allah Swt berfirman  dalam QS Al-Mumtahanah ayat 8, "Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil."

DR. Syaraf Qudhat  ahli hadits Fakultas Syariah di Universitas Yordania, lebih detail lagi mengajukan argumen dalam fatwanya tertanggal 22 Desember 2011. Pertama, Ucapan selamat Natal seorang Muslim tidak bermaksud sebagai pengakuan yang terkait agama. Sebagaimana mereka juga mengucapkan selamat hari raya Islam bukanlah berarti meyakini kebenaran Islam. Kedua, karena Allah menyuruh kita untuk memperlakukan mereka dengan baik sebagaimana disebut dalam QS Al-Mumthanah:8. Makna al-birr adalah berbuat baik secara umum. Artinya, Allah memerintahkan kita untuk memperlakukan mereka dengan baik. Bagaimana mungkin mengucapkan selamat saja dilarang? Sudah pasti kita berharap mereka dalam keadaan baik-baik saja. Dan Allah menyuruh kita melakukan hal itu. Ketiga, karena Allah mensyariatkan kita untuk tahaluf (berkoalisi) dengan mereka sebagaimana yang dilakukan Nabi saat beliau datang ke Madinah Al-Munawwaroh.

Keempat, karena Allah memerintahkan kita untuk mengunjungi rumah mereka dan menyambut kedatangan mereka di rumah kita. Memakan makanan mereka dan menikahi perempuan mereka padahal dalam perkawinan terdapat mawaddah wa rahmah (rasa kasih dan sayang). Tidak ada yang mengatakan hal itu sebagai ikrar atau pengakuan bahwa agama mereka itu benar. Bagaimana semua hal itu dibolehkan sedangkan mengucapkan selamat saja dilarang?

Karenanya sebagai kesimpulan, boleh-boleh saja seorang muslim mengucapkan selamat Natal, terlebih lagi kalau memiliki hubungan dengan umat Kristiani baik dalam hubungan kekerabatan, kolega kerja, teman sekolah, tetangga dan lain-lain. Yang sering dijadikan andalan untuk mencekal anjuran pembolehan mengucapkan selamat Natal adalah fatwa MUI tahun 1981 dan ucapan Buya Hamka. Padahal fatwa tersebut sama sekali tidak menyinggung mengenai hukum mengucapkan selamat Natal, melainkan hukum mengikuti upacara Natal, yang oleh MUI difatwakan haram hukumnya bagi umat Islam untuk mengikutinya. Buya Hamka sendiri menulis dalam kolom "Dari Hati ke Hati" yang dimuat Panji Masyarakat yang beliau sendiri sebagai Pemrednya, bahwa haram hukumnya bagi umat Islam untuk mengikuti upacara sakramen (ritual) Natal. Tapi, kalau sekedar mengucapkan selamat Natal atau mengikuti perayaan non-ritual tidak masalah. Ketua Umum MUI pertama ini kemudian mengajukan analogi, bahwa diperbolehkan sepenuhnya umat Kristen mengucapkan "Selamat Idul Fitri", tetapi mereka jelas tidak akan mengikuti Sholat Id.

Sampai saat ini tidak ada fatwa MUI secara resmi yang menyebutkan haram hukumnya mengucapkan selamat hari Natal. Diantara pengurus MUI memang ada yang meyakini keharamannya dan mempublikasikan argumen-argumennya di media-media, namun itu adalah pendapat pribadi yang tidak menunjukkan sikap resmi kelembagaan MUI. Prof. Din Syamsuddin sendiri yang saat ini menjabat sebagai ketua umum MUI pusat memilih membolehkan, dengan menyatakan, “Saya sendiri tiap tahun mengatakan selamat Natal kepada teman-teman Kristiani.”

Karena tidak diwajibkan, mengucapkan selamat Natal atau tidak, adalah pilihan. Silahkan bagi yang hendak mengucapkannya, dan bagi yang meyakininya haram, memang tidak perlu mengatakannya, termasuk tidak perlu ngotot untuk memaksa yang lain untuk juga tidak melakukannya. Tidak mengucapkanpun tidak lantas menjadi anti toleran, sebab Kristiani secara umum hidup aman, dan tetap bisa dengan leluasa merayakan Natal secara semarak. Itu sudah jadi bukti, bahwa umat Islam tidak perlu diajari lagi tentang toleransi dan juga tidak perlu dilarang mengucapkan selamat Natal, karena tidak ada yang lantas menjadi Kristiani karena itu.

Selamat menyambut Hari Natal.

[Ismail Amin, Mahasiswa Universitas Internasional al Mustafa Qom Republik Islam Iran, tulisan ini dimuat juga di kolom opini Harian Tribun Timur, Jum'at 19/12/2014]

0
0% (نفر 0)
 
نظر شما در مورد این مطلب ؟
 
امتیاز شما به این مطلب ؟
اشتراک گذاری در شبکه های اجتماعی:

latest article

IMAM HASAN AL-MUJTABA AS, PENGAYOM UMAT YANG TABAH
Kasih Sayang, Poros Agama Tuhan
KISAH IDRIS AS. NABI ALLAH YANG DIANGKAT KE LANGIT
Konsep insan kamil menurut Islam
Meninjau (kembali) Waktu Berbuka Puasa
Takwa dan Sabar Sebagai Tameng Dalam Menghadapi Cobaan Bag. 2
Revolusi Mukhtar Tsaqafi Dimulai
Dianggap Nistakan Agama, Habib Rizieq Dilaporkan ke Polisi
Gejala Awal Autisme Dapat Dideteksi Sejak Usia 6 Bulan
Mesjid dan Anak-anak Kita

 
user comment