Indonesian
Friday 29th of March 2024
0
نفر 0

Falsafah Menangis atas Imam Husain as(2)

Falsafah Menangis atas Imam Husain as(2)

Hakikat Tangisan
Pertama-tama, kami tegaskan bahwa masalah memperingati tragedi Karbala (10 Muharram) bukanlah masalah khas Syi'ah saja, tetapi masalah islami. Meskipun muslim yang bermadhzab Syi'ah lebih memberikan prioritas terhadap peristiwa ini dibanding kelompok muslim lainnya. Sebab, Imam Husain ra tokoh utama dibalik tragedi ini, bukanlah pelita bagi kaum Syi'ah saja, melainkan lentera hati setiap mukmin, apapun madhzabnya. Karenanya, kami tegaskan lagi, apapun yang berkaitan dengan peristiwa karbala pada hakikatnya adalah fenomena islami. Yang akan saya ketengahkan adalah, tangisan dan perilakunya terhadap manusia. Kami berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan kritis seputar tangisan yang biasa dilakukan orang-orang Syi'ah saat mengenang peristiwa Karbala. Peringatan akan tragedi Karbala dengan tangisan dan ratapan yang mereka lakukan bagi sebagian muslim yang lain adalah bid'ah bahkan cenderung kepada kesyirikan. Manusia manapun pasti mengalami kegetiran hidup yang membuatnya harus menangis. Bahkan lembaran kehidupan manusia diawali dengan tangisan dan diakhiri pula dengan tangisan perpisahan. Tangisan sesuatu yang alamiah, sesuatu yang telah menjadi fitrah kemanusiaan. Menurut Syaikh Taqi Misbah Yazdi, menangis disebabkan empat tingkatan spiritual : keridhaan (ar-rida'), kebenaran (ash-shidiq), petunjuk (al-hidayah) dan pemilihan (al-isthifa'). Dan para nabi telah mencapai empat tingkatan spiritual yang tinggi ini. "Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al-Qur'an al-Karim dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata, "Maha Suci Tuhan kami, sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi." Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyuk." (Qs. Al-Isra' : 107-109). Melalui ayat ini, disimpulkan bahwa ilmu dan makrifat adalah penyebab timbulnya tangisan. Setiap orang yang mengetahui hakikat sesuatu, mengetahui hakikat kenabian Rasulullah SAW dan mengetahui hakikat kesyahidan Imam Husain as, maka hatinya sangat peka dan matanya muda mengucurkan air mata. Rasul bersabda, "Seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis." Di ayat lain Allah SWT berfirman, "Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul, kamu melihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran yang telah mereka ketahui (Qs. Al-Maidah : 83).
Seseorang yang menjadikan Imam Husain sebagai kekasihnya dan mendengar sang kekasih mengalami musibah dan bencana, apa layak hanya menanggapinya dengan dingin dan tidak menangis ?. Imam Husain adalah adalah kekasih bagi setiap muslim, beliau gugur dalam keadaan kehausan dan tidak cukup dibantai, tapi kepala beliau dipisahkan dari tubuhnya dan ditancapkan di atas tombak serta di bawa untuk dipersembahkan kepada raja Yazid yang bermukim di Syuriah. Oleh karenanya bagi yang ingin menziarahi tubuh Imam Husain, maka hendaknya pergi ke Karbala Irak dan bagi yang ingin menziarahi kepalanya, maka hendaknya pergi ke Suriah. Ini bukan cerita dongeng, sejarahnya sangat masyhur dan ditulis dalam kitab-kitab ahli sejarah. Tidak ada yang memungkiri, Imam Husain adalah cucu kesayangan nabi, dan berkali-kali menyampaikan kepada para sahabat untuk juga menyayanginya. Abu Hurairah bercerita, “Rasulullah SAW datang kepada kami bersama kedua cucu beliau, Hasan dan Husain. Yang pertama di bahu beliau yang satu, yang kedua di bahu beliau yang lain. Kemudian beliau bersabda, ‘Barang siapa mencintai keduanya (Hasan dan Husain) berarti juga mencintai daku; barang siapa membenci keduanya berarti juga membenci daku.” Imam Husain adalah kekasih setiap mukmin dan mukminah dan teman dekat setiap Muslim dan Muslimah, sehingga setiap orang mukmin akan merasa sedih atas kepergiannya. Tidak sedikit rakyat Pakistan yang menangisi kematian Benazir Bhutto yang tragis ataupun mahasiswa Makassar yang tidak bosan-bosannya memperingati tragedi AMARAH tiap tahunnya, maka bagaimana mungkin kita tidak menangis atas kematian Imam Husain yang mengajari dan menjaga nilai-nilai dan prinsip-prinsip kebenaran! Seandainya kalau bukan karena jihad sucinya, niscaya Islam akan lenyap bahkan namanya pun tidak akan terdengar. "Jikalau raga diciptakan untuk menyongsong kematian, maka kematian di ujung pedang di jalan Allah jauh lebih baik dan mulia ketimbang mati di atas ranjang." (Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib).

Menangis atas Imam Husain, Sunnah atau Bid'ah?
Allah SWT berfirman tentang nabi Yaqub as yang menangisi kepergian anaknya, Nabi Yusuf as, "…Aduhai duka citaku terhadap Yusuf; dan kedua matanya menjadi putih (buta) karena kesedihan dan dialah yang menahan amarahnya (terhadap anak-anaknya)." (Qs. Yusuf : 85). Dari ayat ini, kita bisa bertanya, apakah tangisan Nabi Yaqub as karena terpisah dengan anaknya sampai matanya menjadi buta adalah bentuk jaza' (keluh kesah) yang dilarang ? apakah Nabi Yaqub as melakukan sesuatu yang menjemuruskan dia dalam kebinasaan sampai anak-anaknya bertanya, " Demi Allah, senantiasa kamu mengingat Yusuf, sehingga kamu mengidap penyakit yang berat atau termasuk orang yang binasa ?" (Qs. Yusuf : 86). Alhasil, Al-Qur'an menceritakan bahwa ketika Yusuf dijauhkan Allah SWT dari pandangan Yaqub serta merta Yaqub menangis sampai air matanya mengering karena sangat sedihnya. Tentu saja tangisan Nabi Yaqub as bukanlah tangisan keluh kesah yang sia-sia, melainkan ungkapan kesedihan atas kebenaran yang telah dikotori, atas anaknya Yusuf yang telah di dzalimi. Hakim an-Naisaburi dalam Mustadrak Shahih Muslim dan Bukhari meriwayatkan, bahwa Rasulullah keluar menemui para sahabatnya setelah malaikat Jibril memberitahunya tentang terbunuhnya Imam Husain dan ia membawa tanah Karbala. Beliau menangis tersedu-sedu di hadapan para sahabatnya sehingga mereka menanyakan hal tersebut. Beliau memberitahu mereka, "Beberapa saat yang lalu Jibril mendatangiku dan membawa tanah Karbala , lalu ia mengatakan kepadaku bahwa di tanah itulah anakku Husain akan terbunuh." Kemudian beliau menangis lagi, dan para sahabatpun ikut menangis. Oleh karena itu, para ulama mengatakan bahwa inilah acara ma'tam (acara kesedihan dan belasungkawa untuk Imam Husain).
Jika ketika mendengar kisah terbunuhnya Imam Husain lalu tidak mengucurkan air mata, maka kitapun akan dingin terhadap tragedi-tragedi kemanusiaan lainnya. Karenanya wajar, hati masyarakat kita tidak tersentuh ketika mendengar berita seorang suami membakar istrinya, seseorang membunuh dengan dalih yang sepele dan sebagainya. Mayoritas kita kehilangan kepekaan kemanusiaan dan empati sosial ketika menatap korban-korban di Jalur Gaza yang berlumuran darah dan debu bangunan. Masyarakat kita tidak terbiasa menangis tetapi terbiasa untuk tertawa. Hati kita cenderung keras dan menganggap tangisan adalah bentuk kekalahan. Tangisan atas Imam Husain bukanlah tangisan kehinaan dan kekalahan, namun adalah protes keras atas segala bentuk kebatilan dan sponsornya di sepanjang masa. Orang-orang mukmin merasakan gelora dalam jiwanya ketika mengenang terbunuhnya Imam Husain, bahkan Mahatma Ghandi berkali-kali mengatakan semangat perjuangannya terinspirasi dari revolusi Imam Husain ra.
Kullu Yaumin As-Syura , Kullu ardin Karbala, semua hari adalah As-Syura, semua tempat adalah Karbala. Hari asy-Syura sesungguhnya termasuk hari-hari Allah, tentangnya Allah berfirman: "Keluarkanlah kaummu dari kegelapan kepada cahaya terang benderang dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah." (Qs. 14:5). Meskipun ada usaha-usaha untuk memadamkan gelora perlawanan akan ketertindasan dan kedzaliman. Tetapi Allah Maha Perkasa, Dia tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun musuh-musuh-Nya tidak suka. Allah tetap menjaga gelora spiritual itu tetap menyala di hati-hati orang mukmin dan tidak akan pernah padam sampai hari kiamat. Semua mukminin wajib mengenang tragedi ini dan menangis atasnya, "Apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini? Dan kamu menertawakan dan tidak menangis?" (QS. An-Najm: 59-60)
Wallahu'alam bishshawwab

0
0% (نفر 0)
 
نظر شما در مورد این مطلب ؟
 
امتیاز شما به این مطلب ؟
اشتراک گذاری در شبکه های اجتماعی:

latest article

Imam Husain As dalam Pandangan Ahlusunnah
Sifat Jamal dan Jalal Ilahi
Bagaimana mukjizat itu dapat didefinisikan dan dibuktikan?
Salafi Wahabi Adalah Benalu Bagi Jama’ah Kaum Muslimin
Kisah Sayyidina Ali ra dan 3 Orang Yahudi Tentang Ashabul Kahfi
Kisah Ashabul Kahfi dan sains
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Isra Ayat 7-10
Puasa Ramadhan dalam tradisi Islam Syiah (bag satu)
Ciri-Ciri Dikuasai Hawa Nafsu
Larangan Allah Mendekati Perbuatan Keji

 
user comment