Indonesian
Thursday 25th of April 2024
0
نفر 0

Hakikat Zuhud



Pada pembicaraan mengenai masalah dunia dalam pandangan agama dan hubungan antara keduanya, timbul satu pertanyaan, apakah yang dimaksud dengan zuhud dan meninggalkan dunia dalam pandangan agama? Apa maksudnya berlepas tangan dari kehidupan dan lemah dalam urusan kehidupan? Yang dimaksud zuhud bukanlah berlepas tangan atau lemah dalam urusan kehidupan, melainkan menjalankan satu prinsip hidup yang mendahulukan keutamaan akhlak dan perilaku di atas keinginan-keinginan materi.

Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan dunia itu tercela adalah ketergantungan dan kecintaan kepada dunia. Sebenarnya, dunia tidak jelek, kecintaan kepada dunia itu yang jelek. Harta, kekayaan, kedudukan, kekuasaan, istri, dan anak-anak itu bagus, kecintaan kepada mereka itu yang jelek.

Dunia adalah sebutan untuk makhluk Allah yang berupa bumi, bulan, matahari, bintang, benda-benda mati, manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan. Dunia dapat juga berupa istri, anak, harta, dan sebagainya. Ini semua adalah makhluk Allah Swt dan Allah Swt bersumpah dengan nama mereka di dalam Alquran. Mereka itu tidak dapat dikatakan jelek, jadi sesuatu yang tercela dan tertolak adalah kecintaan kepada semua itu. Kecintaan inilah yang harus ditinggalkan. Dengan demikian, maksud perkataan “tinggalkanlah dunia” ialah kecintaan terhadap dunia.

Dalam surah Ali Imran ayat 14 disebutkan, Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah lading. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.

Dalam ayat ini disebutkan beberapa benda yang menjadi kecintaan manusia: wanita, anak, uang, emas, dan perak, kuda-kuda pilihan yang memancarkan kewibawaan, binatang ternak, dan sawah ladang. Ayat ini berisi celaan, menyebutkan dunia yang tercela dan tertolak. Apakah yang dicela? Apakah benda-benda tersebut? Wanita, anak, kekayaan, kuda, dan sawah ladang? Bukan. Apakah kecintaan kepada benda-benda itu? Itu juga bukan. Kalau begitu apa yang tercela? Yang tercela adalah tertambat dan disibukkan oleh benda-benda itu, merasa rida dan cukup terhadap itu serta lalai dan melupakan sesuatu yang lain di balik itu.

Telah dijadikan indah dalam pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini. Kecintaan terhadap dunia itu telah begitu indah dalam pandangannya sehingga menawannya dan membuat dirinya tidak sadar. Dia sibuk dan tertambat dengan semua itu sehingga tidak ada yang dipikirkannya kecuali dunia. Dia menyangka bahwa tidak ada lagi kehidupan kecuali hanya di dunia ini. Tidak ada yang dicintainya kecuali dunia ini. Batas dan kadar pemikiran mereka hanyalah sampai di situ. Itulah sejauh-jauh pengetahuan mereka. (QS. An-Najm, 30).

Dalam Alquran diceritakan seorang ahli ibadah yang karena kepentingan-kepentingan materi akhirnya tidak taat lagi kepada Allah Swt, Dan bacalah kepada mereka orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi al-Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh setan (sampai tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesal. (QS. Al-A’raf: 175).

Kemudian dilanjutkan dengan ayat berikutnya, “Dan kalau Kami menghendaki Kami tinggikan (derajat)-nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah. (QS. Al-A’raf: 176).

Dalam surah yang lain Allah Swt berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak percaya akan) pertemuan dengan Kami merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami, mereka itu tempatnya di neraka, disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS. Yunus: 7-8).

Dari sejumlah ayat-ayat Alquran yang telah disebutkan, dapat dipahami bahwa sesuatu yang tercela dalam pandangan agama ialah sibuk dengan urusan-urusan dunia sehingga melupakan Allah Swt dan kehidupan akhirat. Sesuatu yang tertolak ialah mengikatkan diri dengan perkara-perkara materi, merasa cukup dan tenteram hanya dengan urusan dunia. Demikian yang dimaksud kecintaan dan kecenderungan terhadap dunia itu tercela jika seseorang terlalu disibukkan dan merasa cukup dengan urusan dunia serta melupakan urusan-urusan lain selain urusan dunia. Dengan kata lain, hanya melakukan urusan-urusan dunia itulah yang tercela. Imam Ali r.a. berkata, “Dunia semata-mata batas penglihatan orang-orang yang buta.” (Nahj Balaghah, Khutbah ke-131).

 

Jadi apa sebenarnya yang tercela? Yang tercela adalah kebutaan, tidak mempunyai pengelihatan menembus tirai yang menyelimuti alam tabiat untuk sampai kepada alam yang lebih tinggi dan terbatasnya pola pikir hanya pada urusan-urusan materi. Alquran berkata, “Maka berpalinglah dari orang yang berpaling dari peringatan Kami, dan tidak menginginkan kecuali kehidupan duniawi. Itulah sejauh jauh pengetauan mereka” (Q.S. An-Najm,- 29-30).

Senang terhadap urusan dunia, senang terhadap wanita, anak, harta, kekayaan, kedudukan, dan kekuasaan adalah sunah dan Fitrah Ilahi. Hal itu merupakan sarana berputarnya Seluruh akhlak dan perilaku yang rendah seperti berbohong, riya, menjilat, dan berbuat zalim, bersumber dari penghambaan terhadap dunia. Sedangkan seluruh keutamaankeutamaan luhur manusia itu berasal dari sikap zuhud, tidak terpaku dan hanya merasa cukup dengan kehidupan dunia. Seorang manusia penyembah dunia dan materi tidak mampu menjadi seorang pemberani dan suka berkorban. Dia tidak akan mampu menjadi orang yang senantiasa menjaga kehormatan diri dan tidak mampu menjadi seorang yang bebas dan merdeka.

Seorang zahid (yang zuhud) bukanlah suatu pribadi yang lemah yang hidup di bawah perintah para penyembah dunia dan terkadang mengharapkan sisa-sisa makan mereka. Akan tetapi, yang dimaksud adalah orang yang memiliki derajat di atas para penyembah dunia, mempunyai tingkatan ilmu dan permikiran yang lebih tinggi dari mereka. Mereka sama sekali tidak merasa takut apabila berpisah dengan dunia. Mereka tidak terpengaruh dengan berkurang dan bertambahnya dunia. Mereka adalah orang yang dipenuhi sifat berani, bebas dan merdeka, seorang yang bertakwa dan menjaga kehormatan. Mereka juga seorang yang sanggup berkorban.

0
0% (نفر 0)
 
نظر شما در مورد این مطلب ؟
 
امتیاز شما به این مطلب ؟
اشتراک گذاری در شبکه های اجتماعی:

latest article

Sabda Nabi saw: “Ali dariku dan aku dari Ali”
Mengapa Qabil membunuh Habil?
Hadis Madinah Al-Ilm (Kota Ilmu)
Peristiwa-peristiwa alam saat dan sesudah Imam Husein (as) terbunuh
Kepergian Sang Pemandu Umat, Imam Baqir as(2)
Ujian dan Pertolongan dari Allah bagi Para Kekasih-Nya
Berapa kalikah nama Nabi Isa disebutkan dalam al-Quran?
Apa arti “Fatimah” itu? Dan mengapa Rasulullah Saw memilih nama ini untuk putri ...
Mengapa dalam al-Qur’an disebutkan “Fabassyirhum bi’adzâbin alîm” padahal ...
Pemaaf dan Sabar, Akhlak Nabi dan Orang-orang Saleh

 
user comment