Indonesian
Friday 29th of March 2024
0
نفر 0

Anak; Kekayaan Tak Ternilai Ilahi

Anak; Kekayaan Tak Ternilai Ilahi

 

Oleh: Emi Nur Hayati

 

Malam itu kami bertemu wali murid yang anaknya telah berkali-kali mengganggu anak kami saat pulang dari kursus bahasa inggris. Pertemuan ini sesuai dengan keinginan kami yang mengajak mereka untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi dengan cara damai dan kekeluargaan. Karena kami tidak sedang mencari siapa yang salah. Kami menginginkan untuk saling hidup berdampingan dengan penuh penghormatan dan kasih sayang. Siapapun yang salah sebaiknya mengakui kesalahannya dan selesai kemudian ditebus dengan permintaan maaf dan merajut kembali tenunan persahabatan.

 

Ibu kepala pusat studi bahasa asing mengundang orang tua murid tersebut untuk bertemu dengan kami dan alhamdulillah masalahnya selesai dengan baik dan bahkan mereka merasa bangga bisa bertemu dan berkenalan dengan kami.

 

Di akhir pertemuan itu ibu kepala pusat studi bahasa asing mengatakan, "Saya sebagai seorang kepala di beberapa pusat studi bahasa asing  sampai saat ini masih mengontrak dan tidak punya rumah pribadi, tapi saya memiliki kekayaan tak ternilai yang diberikan oleh Allah kepada saya yaitu dua orang anak yang saleh dan baik yang berguna bagi nusa, bangsa dan negaranya."

 

Setelah pertemuan itu saya bertemu langsung dengan guru pengajar dan dia menyampaikan kepuasannya akan sikap-sikap dan perilaku serta prestasi anak kami dan juga mengatakan bahwa sebagian anak-anak mencerminkan bahwa mereka adalah anak-anak yang benar-benar mendapatkan kasih sayang dan perhatian spiritual dari orang tuanya dan sebaliknya tidak sedikit pula anak-anak yang mencerminkan kurangnya kasih sayang dan perhatian orang tuanya.

 

Dari pertemuan malam itu saya menemukan titik temu bahwa betapa tingginya nilai seorang anak bagi orang tuanya, bahkan ia merupakan kekayaan tak ternilai bagi orang tuanya, hanya saja tidak sedikit orang tua yang melupakan nikmat yang tak ternilai ini.

 

Menyaksikan hiruk pikuk kehidupan dan lalu lintas kesibukan orang tua yang tidak mengenal siang dan malam karena ingin memenuhi kebutuhan jasmani anaknya,  karena ingin meraih masa depan lebih cemerlang bagi anaknya, mereka bahkan tidak menyisihkan waktu untuk anaknya. Waktunya lebih banyak dihabiskan untuk mencari uang demi kesejahteraan materi anaknya.

 

Namun pada saat yang sama ia lupa bahwa anak tidak hanya memerlukan pakaian bermerek, makanan bergizi dan cukup uang saku, tapi mereka memerlukan pendidikan, kasih sayang dan keakraban. Mereka memerlukan tempat pengaduan dan curhat di saat-saat mengalami dilema khususnya anak-anak di usia balig. Untuk mengimbangi dan memahami karakter masa peralihan dari masa kekanak-kanakan menuju usia remaja, orang tua harus senantiasa mengupdate pengetahuannya sehingga bisa menghadapi anaknya sesuai dengan kondisi dan psikologi yang sedang dialami anaknya. Ini merupakan salah satu cara untuk bisa melewati dengan baik masa-masa balig anak.

 

Akan menjadi sebuah kebanggaan bagi orang tua di dunia dan bekal akhiratnya bila ia mau meluangkan waktunya untuk berbicang-bincang mendengarkan luapan isi hati anaknya setiap malam dan menjadi sahabat terpercaya dan penasihat utama bagi anaknya. Sehingga proses perbincangan antara anak dan orang tua ini menjadi sebuah proses ajang pendidikan yang bisa menghasilkan generasi-generasi mukmin dan saleh yang berguna bagi nusa, bangsa dan agamanya. Karena "anak yang saleh adalah sekuntum bunga dari sekian bunga di surga" (Wasail as-Syiah, jilid 21, hal 357-358).

 

Di masa-masa peralihan ini anak-anak cenderung kasar, mudah marah dan melanggar aturan-aturan yang ada baik di dalam rumah maupun di tengah-tengah masyarakat seperti mbolos sekolah dan berkelahi. Namunpun demikian, bila anak-anak ini berada di bawah asuhan dan pengawasan serta pendidikan orang tua yang layak, maka kondisi psikologi anak bisa dikontrol dengan baik. Tentunya pendidikan ini jauh-jauh hari sudah harus dimulai ketika anak belum lahir bahkan ketika memilih pasangan hidup yakni memilih pasangan hidup yang sehat baik jasmani, akhlak maupun jiwanya.

 

Terkait masalah ini Imam Khomeini mengatakan, "Sebelum terjadi ikatan perkawinan antara ayah dan ibu, untuk membentuk manusia yang baik Islam menganjurkan untuk memilih wanita yang bagaimana dan lelaki yang bagaimana? Bagaimana akhlak dan perilakunya? Bagaimana keberagamaannya?

 

Seorang petani yang ingin bertani dan menanam bibit, ia akan memperhatikan apa saja yang bermanfaat untuk bibit tersebut dan apa saja yang berbahaya baginya. Ia akan senantiasa mengawasi dan memperhatikan sampai bibit tersebut tumbuh dan menghasilkan buahnya. Islam juga mengajarkan yang demikian. Bila salah satu dari kedua orang tua; ayah atau ibunya adalah orang yang akhlak dan budi pekertinya buruk dan perilakunya perilaku tidak manusiawi, maka anak yang mereka lahirkan juga akan mendapatkan dampak dan pengaruh perbuatan dan perilaku mereka. (Talim va Tarbiyat Az Didgah-e Imam Khomeini ra, hal 136)

 

Anak merupakan kekayaan tak ternilai dan tak akan ada habis-habisnya bila orang tuanya mampu dan berhasil mendidiknya menjadi manusia yang saleh. Anak adalah bunga taman kehidupan orang tuanya. Bila orang tua berhasil mendidiknya dengan baik dan memberikan kasih sayang yang cukup, sesungguhnya mereka telah berhasil merawat bunga yang segar dan ceria di  dalam lingkungan hidupnya dan selanjutnya di akhirat ia akan mendapatkan balasannya sebagaimana sabda Rasulullah Saw, "Lima orang telah meninggal dunia, namun data mereka tidak akan ditutup dan pahalanya senantiasa mengalir untuknya. mereka adalah orang yang menanam sebuah pohon, yang menggali sumur dan airnya digunakan orang lain, yang membangun masjid, yang menulis al-Quran serta yang memiliki anak saleh." (Wasail as-Syiah, jilid 21, hal 355)

 

Karena begitu tingginya nilai seorang anak, nabi Ibrahim as berkata, "Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua(ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanku, benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan) doa." (QS. Ibrahim: 39)

 

Namun orang tua yang tidak berusaha keras untuk menjadikan anaknya sebagai anak yang saleh, sejatinya mereka telah melupakan kekayaan tak ternilai ilahi ini. Karena selain anak bisa menjadi penolong orang tuanya di dunia maupun akhirat, ia juga bisa menjadi sebab kesengsaraan dunia dan akhirat bagi orang tuanya.

 

Oleh karena itu, Allah menganjurkan hamba-hambanya agar menjaga dirinya dan keluarganya dari api neraka sebagaimana dalam al-Quran berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (QS. at-Tahrim: 6)

 

Wallahu A'lam


source : indonesian.irib.ir
0
0% (نفر 0)
 
نظر شما در مورد این مطلب ؟
 
امتیاز شما به این مطلب ؟
اشتراک گذاری در شبکه های اجتماعی:

latest article

Dunia Lisan: Menceritakan Rahasia Pribadi
Melacak Jejak Imam Ali Melalui Bendera Macan Ali
Peran Kasih Sayang dalam Pendidikan
Apa perbedaan tafsir dengan pendapat pribadi dan tafsir secara intelektual yang merupakan ...
Kedudukan Keluarga Dalam Islam
Menjadi Wanita itu Harus Cerdas
Mendidik Anak Meraih Sukses Keluarga
Sepucuk Surat Inspiratif
Tahap-Tahap Perkembangan Keagamaan Pada Anak
Ketika Kepercayaan Diri Anak Hilang

 
user comment