Indonesian
Thursday 18th of April 2024
0
نفر 0

Mengapa Allah Swt Menguji Manusia

Mengapa Allah Swt Menguji Manusia

 

Kesulitan dan musibah merupakan satu bagian dari lingkaran penyempurnaan jiwa dan menghiasi potensi yang tersembunyi dalam diri manusia. Dalam ayat-ayat al-Quran dan riwayat banyak yang berbicara tentang ujian dan cobaan. Allah Swt dalam banyak tempat menguji nabi atau seorang hamba-Nya yang saleh. Sering juga dengan penjelasan bahwa ujian dan cobaan yang diberikan secara khusus kepada orang-orang yang mendapat perhatian tersendiri oleh Allah. Bahkan di tempat lain disebutkan bahwa cobaan dan kesulitan merupakan hadiah ilahi.

 

Sebagai contoh, dalam sebuah hadis disebutkan, "Allah Swt akan mengingat dan menyayangi hamba mukmin dengan mengirimkan masalah dan kesulitan. Sama seperti seseorang yang baru pulang dari perjalanan jauh dengan membawa hadiah kepada keluarganya. (Ushul al-Kafi, jilid 2, hal 255)

 

Atau dalam hadis lain disebutkan bahwa ketika Allah Swt mencintai seorang hamba, maka ia akan ditenggelamkan dalam kesulitan. (Ushul al-Kafi, jilid 2, hal 253)

 

Pada awalnya akan muncul pertanyaan di benak seseorang, bagaimana cinta Allah kepada seseorang membuat Allah harus mengujinya? Karena kelaziman cinta itu justru menyiapkan segala kebaikan dan kenyamanan, bukan sebaliknya menyusahkan dan menyulitkan. Kalau menurut lisan al-Quran, ketika Allah mencintai seseorang, maka Allah pasti mengujinya (imtihan).

 

Apa makna dari Allah menguji hamba-Nya dengan kesulitan dan bencana? Apakah Allah Swt tidak mengetahui apa yang ada dalam batin manusia, sehingga harus menguji manusia agar mengetahui sesuatu? Bukankah al-Quran mengatakan bahwa tidak ada sesuatupun, kecil, besar, gerakan, diam dan lain-lain diketahui oleh Allah? Lalu untuk apa ada ujian segala?

 

Biasanya ujian digunakan untuk mengetahui sesuatu yang belum diketahui. Untuk itu harus ada tolok ukur. Seperti kita meletakkan sesuatu di timbangan untuk mengetahui beratnya. Tapi timbangan tetaplah timbangan yang hanya berfungsi untuk menunjukkan berat sesuatu. Timbangan tidak mempengaruhi benda itu; baik menambah atau mengurangi beratnya.

 

Bila ujian hanya dimaknai sebagai penggunaan parameter untuk mengetahui sesuatu yang tidak diketahui, maka makna ini tidak benar bila dinisbatkan kepada Allah Swt. Berarti ada makna lain terkait ujian dan itu adalah menyempurnakan potensi menjadi aktual. Ketika disebutkan bahwa Allah menguji lewat cobaan dan kesulitan, yakni dengan perantara ini setiap manusia dapat meraih kesempurnaan yang menjadi kelayakannya.

 

Filosofi cobaan dan kesulitan bukan hanya untuk mengukur derajat atau mengetahui berat. Bukan pula untuk menambah atau mengurangi berat. Allah tidak menguji manusia dengan cobaan agar surga dan neraka sejati tampak bagi manusia. Tapi Cobaan yang diujikan ini agar manusia yang ingin pergi ke surga sampai di sana karena kelayakan yang dimilikinya. Sementara mereka yang tidak layak tidak akan sampai ke tujuannya.

 

Imam Ali as berkata, "Jangan katakan ‘Ya Allah! Aku berlindung kepada-Mu dari fitnah dan kesulitan yang ada'. Karena setiap manusia pasti menemukan kesulitan. Tapi katakanlan, ‘Ya Allah! Aku berlindung kepada-Mu dari fitnah yang menyesatkan manusia'."

 

Filosofi cobaan, kesulitan dan bencana dan pengaruhnya diketahui dalam diri manusia. Manusia sendiri akan memahami betapa ada hukum alam yang mengatur bahwa banyak dari kesempurnaan hanya bisa diraih ketika menghadapi kesulitan. Banyak dari potensi manusia akan menjadi aktul setelah menghadapi masalah. Jadi pengaruh bencana dan cobaan itu tidak hanya terbatas pada munculnya substansi asli manusia dengan artian setiap manusia memiliki substansi asli yang tertutup dan bencana membuka tirai manusia. (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)


source : indonesian.irib.ir
0
0% (نفر 0)
 
نظر شما در مورد این مطلب ؟
 
امتیاز شما به این مطلب ؟
اشتراک گذاری در شبکه های اجتماعی:

latest article

Berapa banyak surah dalam al-Qur’an yang menggunakan nama-nama para Nabi Ilahi?
DIALOG ANTARA MUSLIM DAN KRISTEN [13]
Nabi Daud: Ya Allah, Tunjukkan Kawanku di Surga
Menengok Sahabat Nabi (Kritik atas Kritik Hadis II)
Tauhid : Fondasi Keluarga Muslim
Menilik Hikmah Adanya Kiamat
PARA PENCARI ARTI
Taqiyah dalam Mazhab Maliki
Sunni, Syiah, atau Wahabi: Apa Bedanya?
filsafat penciptaan setan

 
user comment